PEMBANGUNAN SUTT KOTA KUPANG
(Antara Harapan dan Realitas)
Oleh. Ian Haba Ora
Ketua FPAR Komunitas PIAR NTT
Tulisan ini dipublikiasi SKH Timor Express pada Senin, 30 September 2013
Pengantar
Abraham Paul Liyanto Anggota DPD RI
asal NTT dan Boby Liyanto Ketua REI NTT (TIMEX, 20 September 2013) menyatakan
pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau Tower 51 di RT 08/RW 02
Kelurahan Fatukoa Kecamatan Maulafa Kota Kupang sebagai pendukung investasi dan
pemenuhan pasokan listrik di Kota Kupang. Pengakuan kedua pejabat dan pengusaha
tersebut bahwa banyak investor dan pengusaha belum berinvestasi di Kota Kupang
karena ketiadaan pasokan listrik. Simpulannya adalah jika terjadi penolakan
warga maka sama saja dengan menghambat pembangunan investasi Kota Kupang.
Ironi ketika adanya harapan pembangunan
yang berdampak pada pola kemajuan Kota Kupang dibarengi penolakan warga.
Penolakan berdasar ketidakpahaman dan minim sosialisasi PLN maupun pemerintah
akan dampak pembangunan Tower 51 di Kelurahan Fatukoa. Alasan penolakan warga sekitar
dapat dibenarkan karena pembangunan SUTT membawa dampak ikutan secara politik, ekonomi
maupun sosial. Apalagi pembangunan Tower berada tepat dipemukiman warga, jika
tidak dikaji secara baik oleh PLN dan Pemerintah akan mengorbankan warga
sekitar.
DPRD dan Pemerintah Kota Kupang terkesan
diam dan apatis terhadap problema pembangunan SUTT Fatukoa. Setiap aksi
penolakan warga selalu dibarengi oleh politisasi legislator akan janji-janji
politik. Penelusuran pemberitaan media massa bahwa DPRD Kota menolak
pembangunan Tower 51 di pemukiman Fatukoa dan merekomendasi untuk dipindahkan
ke tempat lain. Namun sampai kini PLN tetap melakukan pembangunan. Sedangkan Pemkot
Kupang terkesan ambigu terhadap setiap pengeluhan dan pengaduan warga. Walikota
Jonas Salean berkeras kepala mendukung warga agar pembangunan SUTT dipindahkan
dan dikaji lebih mendalam AMDAl-nya agar warga sekitar tidak dikorbankan,
tetapi ambiguitasnya Pemkot menerjunkan Satpol PP lengkap senjata perang untuk
mengamankan pemasangan pilar Tower 51. Sebuah realitas dan harapan yang saling
kontras ketika dicermati.
Begitupun PLN NTT diduga memulai politik
adu domba menyukseskan pembangunan SUTT di pemukiman padat penduduk. Opini
Surat Kabar oleh salah seorang petinggi PLN menyatakan bahwa terhambatnya
pembangunan Tower 51 di Fatukoa maka akan menghambat pemenuhan kebutuhan
listrik di NTT. Tidak hanya puas dengan itu, PLN mulai mengundang pakar-pakar
kelistrikan Udayana Bali melakukan complain opini bahwa pembangunan Tower 51
tidak akan membawa dampak apa-apa terhadap warga sekitar. Permasalahannya
adalah kegiatan tersebut tidak tersosialisasi dengan baik. Bahkan PLN terkesan
arogansi dan represif terhadap warga dengan mampu memobilisasi hampir seluruh
pejabat Polda NTT dan Polres Kupang Kota diperintah untuk mengamankan
kepentingan pembangunan Tower 51 (HKK, 27 September 2013). Entah polisi itu
dibayar atau tidak hanya Tuhan yang tahu!
Dampak SUTT
SUTT merupakan saluran tenaga listrik
menggunakan kawat telanjang (bare
conductor) di udara bertegangan di atas 35 kV sampai dengan 245 kV, sesuai
dengan standar di bidang ketenagalistrikan. SUTT sebagai sistem penyalur tenaga
listrik dari pembangkit tenaga listrik dalam skala besar ke gardu induk (GI)
langsung ke gardu konsumen (LKN-LH, 2007:1).
Setiap bentangan kawat jaringan
transmisi memerlukan “ruang bebas”. Ruang bebas adalah ruang sekeliling
penghantar yang dibentuk oleh jarak bebas minimum sepanjang jalur SUTT. Jalur
itu harus dibebaskan dari benda-benda dan kegiatan lainnya. Artinya, dalam
ruang bebas tidak boleh ada satupun benda-benda seperti bangunan atau pohon
lain di dalam ruang tersebut. Dengan adanya ruang bebas ini, pengaruh medan
elektromagnetik terhadap lingkungan sekitar dapat dicegah (2007:10).
Gabungan antara medan listrik dan medan
magnet secara bersama-sama dinyatakan sebagai gelombang elektromagnetik. Medan
listrik dinyatakan dengan satuan V/m. Satuan ini menunjukkan bahwa semakin jauh
suatu objek dari sumber tegangan, semakin rendah medan listrik yang terukur
pada objek itu. Sementara itu, medan magnet dinyatakan dalam besaran Tesla atau dapat dinyatakan dengan Gauss. Semakin besar arus yang
dialirkan, medan magnet yang dihasilkan semakin besar. Jadi, sama seperti medan
listrik, semakin jauh jarak sebuah objek dari sumber medan magnet semakin kecil
paparan medan tersebut.
Setiap gelombang elektromagnetik pasti
menimbulkan radiasi, sekecil apapun. Gangguan umum yang paling banyak diderita
dari radiasi elektromagnetik adalah electrical
sensitivity, yaitu gangguan fisiologis dengan tanda dan gejala neurologis
maupun kepekaan, berupa berbagai gejala dan keluhan. Gangguan ini umumnya
disebabkan oleh radiasi elektromagnetik yang berasal dari jaringan listrik
tegangan tinggi atau ekstra tinggi. Swamardika dalam kajian ilmiah tentang
pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia
(2009:107) menjelaskan spektrum gelombang elektromagnetik dibagi menjadi
beberapa daerah. Pada spektrum gelombang dengan frekuensi 60 atau 50 Hz terdapat
medan elektromagnetik yang dibangkitkan oleh saluran daya listrik dan beberapa
peralatan besar maupun kecil. Sedangkan elektromagnetik energi sangat tinggi,
seperti sinar gamma atau sinar-x, disebut juga radiasi ionisasi karena mereka
mengionisasi molekul pada jalur yang dilalui. Pemaparan gelombang yang tidak
terkendali dari radiasi ionisasi dalam jumlah besar diketahui sebagai penyebab
penyakit dan bahkan kematian pada manusia.
Dosen dan ahli Teknik Elektro
Universitas Udayana (2009:108-109) Alit Swamardika mengungkapkan dalam
pembangunan sarana ketenagalistrikan, dimanapun akan selalu mempunyai dampak
langsung dan tidak langsung. Dampak tidak langsung sarana transmisi yang aman,
dituangkan dalam UU No. 15 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan, Kepmen Tamben No.
975 K/47/MPE/1999 tentang Perubahan Permen Tamben No. 02.P/47/M.PE/1992 tentang
Ruang Bebas SUTT dan SUTET untuk penyaluran Tenaga Listrik, SNI 04.6918-2002
tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum SUTT dan SUTET, dan SNI
04.6950-2003 tentang Nilai Ambang Batas Medan Listrik dan Medan Magnet SUTT dan
SUTET.
Peraturan tersebut menunjukkan jarak
atau ruang yang aman dari pengaruh medan listrik dan medan magnet, seperti jika
tegangan di kawat jaringan sebesar 20 kV maka jarak amannya adalah 20 cm atau
0,2 m. Untuk transmisi SUTT dan SUTET atau jarak aman vertical (C) adalah untuk
tegangan 70 kV adalah 4,5 m, untuk 150 kV adalah 5,5 m, untuk 275 kV adalah 7,5
m dan untuk 500 kV adalah 9,5 m. Sedangkan jarak aman horizontal dari as/sumbu
menara (D) adalah untuk tegangan 70 kV adalah 7 m, untuk 150 kV adalah 10 m,
untuk 275 kV adalah 13 m dan 500 kV adalah 17 m. Menurut WHO (World Health
Organization) ambang batas kekuatan medan listrik dan medan magnet yang tidak
membahayakan tubuh manusia sebesar 5 kV/m untuk medan listrik dan 0,1 m Tesla
untuk medan magnet. Untuk itu, dalam pembangunan SUTT maupun SUTET maka PLN harus jujur memberikan pengertian tentang
pengaruh medan listrik dan medan magnet sehingga masyarakat yang bermukim di
sekitar sarana transmisi ini, memiliki persespsi yang benar dan rasa aman
tinggal disekitarnya.
Radiasi elektromagnetik merupakan
faktor lingkungan fisik yang perlu dicermati. Berbagai fenomena yang
menyebabkan seseorang merasa tidak aman dan kurang nyaman, bahkan merasa cemas,
pada hakikatnya tidak dalam kondisi sehat atau mengalami gangguan kesehatan
(Anies, 2005).
Penutup
Jurges Habermas dalam teori
‘Deliberatif” tidak memfokuskan pada
pandangan aturan-aturan tertentu yang mengatur warga, tetapi prosedur yang
menghasilkan aturan-aturan itu. Teori ini membantu untuk bagaimana
keputusan-keputusan politis diambil dan dalam kondisi bagaimanakah
aturan-aturan tersebut dihasilkan sedemikian rupa sehingga warganegara mematuhi
peraturan-peraturan tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya untuk tidak memberikan
dampak pembanguan Tower 51 baik sosial, ekonomi, maupun politik alangkah
baiknya jika Tower tersebut dipindahkan atau warga yang direlokasi dari area pemukiman
tersebut.