Dramatisasi
Kebakaran Kantor Gubernur NTT
Oleh. Ian Haba
Ora
Pengantar
Dramatisasi
dipahami sebagai suatu skenario/narasi/ jalan cerita untuk mencuri simpatik
dan/atau rasa emosional seseorang ataupun publik agar apa yang
diceritakan/dikerjakan/dilakukan/disajikan dapat memberikan kesan tersendiri.
Secara kekinian, dramatisasi tidak sebatas pada penggunaan istilah seni untuk
menceritakan dan menampilkan sebuah legenda, mitos, maupun perasaan seseorang
namun telah dimanipulatif dalam setiap pergerakan manusia seperti bersaksi
palsu di pengadilan, pembuatan BAP Kepolisian yang manipulatif atas sebuah
peristiwa, manuver politik dalam pemilu maupun pemilukada, dan politisasi
kemiskinan untuk mendapatkan bantuan hibah yang akan dikorupsi. Contoh-contoh
ini merupakan sebahagian bentuk dramatisasi intelektual yang dapat
diintepretasi sesuai kepentingan tertentu.
Kita
mungkin masih ingat pelaku korupsi Wisma Atlet Muhamad Nazarudin. Mantan Bendahara
Partai Demokrat ini mengakui keterlibatannya dalam kasus Hambalang hanya
sebagai korban dramatisasi elit partai Demokrat. Begitupun Antasari Azar mantan
Ketua KPK yang mengaku dirinya terjebak dalam dramatisasi penangkapan
Kepolisian di kamar hotel dengan seorang perempuan bernama Rini. Azar tertuduh
terlibat pembunuhan pengusaha kaya karena cinta segitiga. Anas Urbaningrum
mantan Ketua Partai Demokrat merasa menjadi korban manipulatif Ibas Baskoro
anak Presiden SBY dalam kasus wisma atlet. Anas mengaku tuduhan yang dituduhkan
padanya adalah sebuah dramatisasi politik. Dan kini, kasus yang sedang
menghangat adalah korupsi impor daging sapi yang melibatkan elit partai PKS
Ahmad Fathonah dan Lufti Hasan Ishak. Tifatul Sembiring (kader PKS)
mengharapkan agar persoalan ini jagan dibesar-besarkan untuk didramatisasi
menjadi konflik internal partai. Kasus-kasus nasional di atas menunjukkan
istilah dramatisasi sebagai skenario dalam menjatuhkan rezim, kabinet, maupun
pemerintahan. Tetapi, istilah dramatisasi sering juga digunakan untuk melakukan
manuver meraup keuntungan tertentu.
Jumat
dini hari (9 Agustus 2013), suasana sepi jalan raya seputaran kantor Gubernur
Nusa Tenggara Timur (NTT) mendadak ramai. Bunyi sirine mobil pemadam kebakaran
hiruk pikuk terdengar. Masyarakat sekitar Kota Kupang berlarian mencari sumber
kegaduhan tersebut. Astaga!!! Ternyata bangunan megah sebagai lambang aktivitas
Pemerintahan Provinsi NTT sedang dilahap habis si jago merah. Petugas pemadam
kebakaran dan masyarakat bahu membahu memadamkan api dengan peralatan seadanya
agar tidak merambat ke bagian gedung yang lain. Sekitar pukul 06.00 pagi waktu
Indonesia Tengah, api dapat dikendalikan dan dapat dipadamkan. Tapi, si jago
merah telah melahap habis seluruh bagian lantai tiga dan sebahagian lantai dua
kantor Gubernur NTT.
Spekulasi
penyebab kebakaran kantor Gubernur NTT mulai menjadi trend topic argumentatif di masyarakat, khususnya Kota Kupang. Ada
yang beranggapan kelalaian manusia, arus pendek listrik, bahkan ada juga yang
berargumentasi sebagai bentuk kesengajaan pihak tertentu untuk menghilangkan
bukti-bukti dugaan korupsi di NTT. Informasi yang beredar saat ini, Pemda NTT
menjadi target Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi dana
Bantuan Sosial (Bansos) yang rawan diselewengkan oleh daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota). Beberapa Bupati telah diperiksa sebagai terduga korupsi dan
sedang dilidik oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Apapun spekulasi argumentatif
yang muncul, publik tidak harus memvonis dengan ihwal pemikiran yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Spekulasi Unsur
Kesengajaan
Artikel
ini merupakan pandangan rasionalisasi penulis dalam mencermati fenomena
kebakaran instansi pemerintah di NTT. Beberapa tahun lalu, pernah terjadi
kebakaran yang menghanguskan seluruh gedung kantor Gubernur Lama dan Kantor
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT. Kejadian yang sama terjadi di Rumah Sakit
Umum Prof. Johannes Kupang. Dampak kebakaran ini membumi hanguskan seluruh
arsip dan dokumen penting negara. Akibatnya, kasus-kasus dugaan korupsi yang
melibatkan oknum-oknum pada area kerja tersebut dihentikan penyidikannya oleh
polisi-jaksa. Spekulasi pun bermunculan bahwa ini adalah sebuah tindakan
kesengajaan dan skenario aktor intelektual.
Jika
konsideran kebakaran kantor Gubernur NTT diproyeksikan unsur kesengajaan, maka
pendapat penulis adalah sebuah tindakan konyol yang mudah ditebak spekulasinya.
Mengapa? Penyelidikan KPK telah memiliki metode tersendiri untuk mengungkap
pelaku dugaan korupsi, sehingga upaya-upaya kesengajaan ini tidak serta merta
menghilangkan bukti-bukti penyalahgunaan uang negara. Untuk itu, penulis
mencoba mencermati dari sisi yang lain.
Kelalaian
dan kehilafan manusia sering menjadi fenomena absurt dalam sebuah peristiwa klasik. Hubungan arus pendek listrik
pun demikian. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah ketika peristiwa kebakaran itu
diakibatkan unsur kesengajaan. Asumsi pertama adalah kesengajaan kebakaran
untuk menghilangkan bukti-bukti berupa dokumen maupun arsip yang berkaitan
dengan dugaan korupsi sebuah kasus. Tetapi dibeberapa daerah dengan modus yang
sama, pelaku korupsi masih dapat dijerat hukum dan divonis penjara.
Asumsi
kedua yaitu, kesengajaan untuk memanfaatkan ruang-ruang manipulatif yang
dijamin dan dibenarkan undang-undang. Ruang-ruang ini yang sering tidak
terpantau oleh pengamat-praktisi intelektual maupun polisi-jaksa. Terbakarnya
kantor Gubernur NTT, dapat diduga sebagai kesengajaan aktor agar proses
penetapan anggaran pada akhir tahun melalui ABT Perubahan (Anggaran Belanja
Tambahan) dipercepat. Dan salah satu item anggaran yang dituntut adalah
anggaran rehab bangunan kantor yang terbakar. Dengan demikian, anggaran belanja
pegawai akan dinaikkan dari pagu anggaran yang direncanakan. Dua kemungkinan
unsur kesengajaan ini yaitu, percepatan proses penetapan anggaran dan
peningkatan pagu anggaran rehab menjadi dugaan kuat unsur kesengajaan
terbakarnya kantor Gubernur NTT, akibatnya miliaran uang rakyat akan mengalir
pada perbaikan gedung kantor Gubernur yang lebih megah.
Dugaan
skenario dramatisasi berikut adalah ketika terjadi proses tender pengerjaan
rehab, maka secara politik, subjektifitas kepala daerah akan memanfaatkan
ruang-ruang aturan untuk menetapkan dan mengintervensi pemenang tender. Proyek
pun mendominasi politik balas jasa. Tidak dapat disangkali bahwa NTT baru saja
melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan untuk memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Kebutuhan amunisi (uang) calon pemimpin daerah harus
mengharapkan sumbangan pihak ketiga, yaitu para pengusaha dan kontraktor.
Sumbangan pihak ketiga bukan hibah tetapi kontrak politik balas jasa ketika
calon yang disumbang terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Ketika terpilih, maka skenario dramatisasi pun mulai dirancang dengan
memanfaatkan ruang-ruang hukum agar tidak terjerat kasus.
Ilustrasi Tokoh
“Home
a lone” merupakan cerita fiksi sebuah keluarga kaya yang pergi berlibur untuk
merayakan natal ke negara lain. namun ketika berlibur keluarga ini tidak
menyadari anak mereka bernama Calvin tertinggal sendirian di rumah. Calvin yang
sendirian di rumah menyadari bahwa rumah keluarganya menjadi incaran dua
perampok. Skenario pun disusun untuk mendramatisasi penangkapan pelaku.
Kecerdikan Calvin dipakai untuk membuat perangkap guna menjerat pelaku. Salah
satu jebakan yang disiapkan menggunakan listrik. Calvin menyambung kutub
listrik untuk menimbulkan sengatan dan percikan api dengan cara tertentu.
Alhasil, ketika pencuri memasuki rumah maka terkena sengatan listrik dan
percikan api yang menyebabkan pencuri terbakar. Rumah keluarganya pun aman.
Prolog
di atas menggambarkan bahwa sesuatu kejadian selain disebabkan oleh kelalaian
dapat juga diskenariokan dalam suatu dramatisasi kesengajaan. Seharusnya polisi
menyelidik tidak lagi berdasarkan sumber kejadiannya namun perlu juga diketahui
bentuk-bentuk manuver politisasi kejadian. Karena menurut pengamatan penulis,
setiap kejadian kebakaran yang membumi hanguskan instansi pemerintah tidak
pernah diketemukan unsur kesengajaan tetapi polisi cenderung menganggap sebagai
kelalaian dan hubungan arus pendek listrik. (Tulisan ini dipublikasi Surat Kabar Harian Timor Express-Kamis, 15
Agustus 2013).
Penulis.
Ketua FPAR Komunitas Dampingan PIAR NTT