Dokumentasi Hitam Aktor
Keamanan Nusa Tenggara Timur
Oleh. Ian Haba Ora
Penulis. Ketua FPAR Komunitas
Dampingan PIAR NTT
Opini ini dipublikasi Harian
Kota KURSOR pada Senin, 16 September 2013
Daftar Hitam Aktor Polri NTT
Kasus pembunuhan Paulus Usnaat dalam sel
tahanan Mapolsek Nunpene Kecamatan Miomafo Timur Kabupaten Timor Tengah Utara
(TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2 Juni 2008, diduga melibatkan
anggota Piket dan salah seorang mantan penguasa politik di Kefamenanu. Bripda
Wiliam Trisna, Brigpol Salahudin dan Bripda Hangri Raja Tuka (Anggota Samapta
Polda NTT) terduga pelaku penyebab tewas dua siswa SMK Eltari Kupang, Chris
Taebenu dan JefriLay akibat menendang motor korban saat mengejar dua siswa
tersebut karena dianggap menyalahi aturan lalulintas di Jalan Mohamad Hatta
Kupang, 12 Oktober 2009. Begitupun, kasus penganiayaan dan pemukulan terhadap
dua tahanan di sel Mapolres Sikka, Abrosius Rodin dan Benediktus Ndawi oleh dua
oknum polisi yang mabuk bahkan kedua korban ditelanjangi dan alat vital mereka
“ditembak” dengan karet gelang (28 Oktober 2009).
17 orang warga Dusun Mappipa mengalami
penyiksaan anggota Kepolisian Sabu Barat dan Sabu Timur, Kabupaten Sabu
Raijua-NTT. Korban dikurung dan ditelanjangi dalam ruang berukuran 3x2,5 meter,
dipukul dengan alat-alat berat, hingga dipaksa meminum air seninya sendiri.
Bahkan di Polres Kupang ada anggota yang dianggap sadis diminta bantuan datang
ke Sabu membantu proses penyelidikan. Para warga yang ditangkap adalah Daniel
Lay Riwu (Kepala Desa), Saul Kanni (56), Rudolof Hawu (63), Lorens Dimu (34), Lorens
Hawu (28), Markus Huma (37), Dominggus Hawu (37) Filipus Lomi (45), Heri Banggu
(21), Randi Keraba (38), Barnabas Huru (45) Daniel Lomi (39), Yohanis Gada (45),
Darius Haga (40), Barnabas Dilla (36), Melkianus Gada (51), dan Alpius
Huma (23). Mereka dituduh sebagai pembunuh Bernadus Djawa anggota Polri. Ke-17
warga tersebut ditahan selama 12 hari di Polsek Sabu Barat dari 31 Maret-12
April 2012 dan mengalami berbagai penyiksaan fisik serta pemaksaan untuk
menandatangani BAP walau mereka tidak mengerti isinya. Kemudian mereka
dipindahkan ke Polres Kupang (12/4) dengan hanya menggunakan celana pendek yang
telah dipotong hingga berbentuk seperti celana dalam, lalu ditahan di sana
selama 43 hari. Terakhir warga dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan (LP) Kupang
selama 23 hari, dan dibawa kembali ke Polres Kupang untuk ditahan hingga 29
Juli 2012.
Akibat eksploitasi tambang yang tidak
terkendali di Kabupaten Manggarai Timur, sumber mata air, persawahan masyarakat
dan cagar budaya rusak parah yang dilakukan oleh PT. Masterlong Mining
Resources. Aksi protes massif dilakukan warga untuk menuntut keadilan, namun
sia-sia saja. Bahkan 11 orang masyarakat dikriminalisasi oleh Pemda dan
Kapolres karena dianggap sebagai pendukung penolakan tambang.
Dance Lodo mengaku dianiaya anggota
Buser menggunakan balok dan dijadikan sansak tinju dalam ruang kerja Buser Polresta Kupang
(13/8/2009). Mario Bifel dan Gordon dianiaya oleh anggota Satlantas Polresta
Kupang ketika ditabrak konvoi Satlantas pada 26 Desember 2009. Melitus J. Penun
hampir mati jika terkena peluru yang diduga berasal dari senjata anggota Polda
NTT Adibert Adoe akibat mangan yang dikawal oknum Polda tersebut ditahan oleh
Lurah dan warga Naioni (Kamis, 13/3/2010). Yopi Nau warga RT 9/RW 2 (Sabtu,
10/4/2010) diduga mendapat penganiayaan dalam sel tahanan dari anggota Polresta
Kupang.
Penganiayaan dialami Ody Loppo dari tiga
orang anggota Buser Polres Kupang. Ruben Halla dianiaya dalam sel Oe Ekam
Kacamatan Amanuban Timur-TTS oleh anggota Polsek setempat. Lusianus Nahak Liu
(Senin, 15/3/2010), Mahasiswa FKIP Bahasa Inggris Unimor dikeroyok lima anggota
Polsek Wewiku Kabupaten Belu yaitu, Briptu Herman Lette, Joao Fernandez,
Anggelimo da Costa, Aply dan Syukur Maman.
Yoseph E. da Silva dan Mima Diaz, warga
Kelurahan Sarotari, Kecamatan Larantuka-Flotim dianiaya sampai patah tulang
oleh anggota Polres Flotim yang sedang mabuk yaitu, Briptu Junaidi dan Briptu
Mathius Ena (Sabtu, 6/2/2010) tapi tidak pernah diperiksa oleh Provost. Yustus
Taopan (Kades Kolbano) dianiaya anggota Pospol Kolbano yaitu, Yoyo dan Jami
dihalaman Polres TTS tanpa sebab dan alasan jelas sekira pukul 15.00 Wita
(Sabtu, 20/2/2010).
Daftar Hitam Aktor TNI di NTT
Charles Mali (24 tahun) warga Fatubenao
Kecamatan Kota Atambua tewas di Mako Yonif 744/SYB akibat dianiaya oleh terduga
19 oknum berseragam loreng (Timex, 14 Maret 2011). Kejadian sama pada empat
orang asal NTT yaitu, Hendrik Sahetapi (31 tahun); Adrianus Galaja (33
tahun); Gameliel Riwu (29 tahun); dan Yohanes Juan Manbait (38 tahun) tewas dibrondong peluru anggota Kopasus Kandang Menjangan dalam sel
tahanan Lapas Cebongan Jogjakarta.
Stefanus dos Santos seorang tukang
ojek, warga Halilulik Kabupaten Belu diancam dengan pisau sangkur dan dianiaya
oknum anggota TNI Yonif 742/SYB, Sertu Arif Budiarso di hutan Jati Nenuk.
Rohaniawan Katholik Romo Apolinarius Ladjar, Pr dianiaya anggota Marinir TNI AL
Pratu M. Fathur Rozi (Selasa, 11/5/2010) saat pertandingan voli putri paroki St
Kristoforus –Ba’a Rote Ndao. Emanuel Maunu (59 tahun), warga Desa Banain,
Kecamatan Bikomi Utara-TTU dianiaya Bintara Pembina Desa (Babinsa) Serka (inf)
Sintu Atolan pukul 12.30 Wita (Minggu, 15/11/2009) karena korban lambat
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk yang diminta oknum TNI tersebut.
Daftar Hitam Aktor Kemenkumham di NTT
Pegawai Rumah Tahanan (Rutan) So’e, Soleman Kase menyulut (membakar)
kemaluan Diki Steven Betti alias Evan dan menimbulkan delapan luka bakar pada
kemaluan (24 Februari 2010). Evan Betti merupakan penghuni rutan titipan Polres
TTS.
Ir. Sarah Lery Mboeik, Anggota DPD RI
mengungkap kasus pelanggaran HAM di sel tahanan ibarat gunung es, kerucut
dipermukaan namun telah membentuk pulau di dasar laut. Demikian kasus lapas,
sedikit yang terungkap namun masih banyak yang tersembunyi. Baru-baru ini, penghuni
Lapas Kupang tertangkap tangan transaksi narkoba dalam sel lapas. Bagaimana
mungkin kondisi ini bisa terjadi jika tidak ada permainan oleh petugas Lapas.
Penutup
Dokumentasi Forum Pemerhati Aspirasi
Rakyat terhadap daftar hitam kasus brutalitas aktor keamanan di Nusa Tenggara
Timur lebih banyak didominasi oleh Polri (70%), diikuti TNI 20%, Kemenkumham (8
%), dan unsur lain (Satpol PP dan Pemda) bekisar 2%. Dari berbagai dokumentasi
kasus tersebut, e spirit de corps (semangat melindungi korps) menjadi trend
impunitas institusi atas brutalitas aktor yang dilakukan.
Banyaknya undang-undang dan reformasi
birokrasi belum maksimal merubah perilaku brutalitas aktor keamanan. Budaya
militeristik dan absurtisme HAM belum sepenuhnya dipahami aktor keamanan,
brutalitas pun masih mendominasi dikarenakan impunitas korps yang melindungi.
Dengan demikian perlu disusun grand
design dalam penguatan pengawasan baik eksternal dan internal dalam
mendukung semangat reformasi perilaku (culture
reform) di Indonesia, khususnya NTT.