Devide et Empera “Politik Adu
Domba” Tower SUTT
Oleh: Ian Haba Ora
Ketua FPAR Komunitas Dampingan PIAR NTT
Pengantar
Manfaat SUTT sangat besar, tanpa SUTT
pendistribusian listrik akan terhambat. Namun tidak dipungkiri bahwa
pembangunan SUTT pasti membawa dampak negatif, mulai dari prakonstruksi,
kontruksi, operasional dan pasca operasional. Prakonstruksi dilakukan survei
untuk menentukan penentuan lahan pembangunan tower SUTT. Lahan sekitar SUTT
akan memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya. Aturan Ruang Bebas membuat
pemilik lahan tidak leluasa lagi memiliki pepohonan yang tinggi. Tinggi
bangunan juga harus dibatasi. Jika masuk ke dalam wilayah ruang bebas,
pohon-pohon harus dipangkas dan bangunan harus dibongkar. Adanya pembatasan
terhadap pemanfaatan lahan di sekitar SUTT dapat mengurangi minat seseorang
untuk membeli tanah itu. Situs-situs sejarah sekitar akan terganggu dan merusak
pemandangan pada akhirnya masyarakat dibatasi dan terkungkung dalam
keterbatasan pemanfaatan lahan. Urusan perolehan lahan tidak jarang malah
menimbulkan sengketa di antara penduduk sendiri. Sebagian masyarakat yang
menolak untuk menjual tanahnya akan bersebrangan dengan yang menjual lahannya.
Dengan demikian, untuk kegiatan SUTT,
karakteristik kegiatan yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan antara lain
berkaitan dengan lokasi dan pembebasan lahan, tatacara konstruksi pembangunan
menara, dan panjang jalur transmisi. Sedangkan rona lingkungan yang turut
berpengaruh antara lain adalah kondisi lahan dan sikap penduduk yang tinggal di
wilayah sekitar SUTT. Kegiatan SUTT dengan kapasitas ≤150 kV sudah dapat diduga
akan dapat menimbulkan dampak, seperti keresahan masyarakat karena penurunan
nilai jual tanah, keresahan karena medan magnet dan medan listrik, serta dampak
lainnya yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan budaya terutama yang
berkaitan dengan pembebasan lahan dan keresahan yang ditimbulkan. Dalam hal
ini, dokumen UKL-UPL harus menyatakan setiap dampak lingkungan yang terjadi
mulai dari sumber dampak, jenis dampak, upaya pengelolaan lingkungan, dan upaya
pemantauan lingkungan rencana kegiatan SUTT secara spesifik, lengkap, dan
jelas. Setidaknya aspek apa, bagaimana, mengapa, kapan, dan dimana harus mampu
terjawab. Dengan demikian, kesalahpahaman tentang suatu potensi dampak dapat
dihindari dan derajat kepentingannya dapat dinilai dengan benar (Deputi Bidang
TL-KNLH, 2007:12-13).
Indikasi politik adu domba Pemerintah ala Belanda
Salah satu unsur terbentuknya negara
adalah rakyat. Sehingga secara filosofis dan legalistik, negara menjamin
terpenuhinya hak-hak rakyat. Tetapi terkadang negara (baca: Pemerintah) yang
sering mengdiskualifikasi elemen rakyat dalam setiap kebijakan-kebijakan. Salah
satu cara pemerintah adalah dengan politik adu domba. Secara historis,
Indonesia tidak terlepas dari sejarah Pemerintah Belanda untuk melakukan
politik adu domba “devide et empera”
guna memecah bela persatuan dan kesatuan rakyat. Selain itu, pendekatan
represif (kekerasan) menjadi approach
action (pendekatan aksi) pemerintah dalam membungkam kedaulatan rakyat
untuk menyatakan pendapat dan kreasi, dan yang terjadi adalah konflik.
Problema SUTT Fatukoa Kota Kupang
menjadi tontonan konflik antara rakyat dan pemerintah (PLN, PEMKOT, dan
Konsultan Pemerintah). Warga Fatukoa dengan kebulatan tekad menolak pembangunan
SUTT di pemukiman warga, karena menurut pendapat mereka belum sepenuhnya
memahami potensi dampak yang akan ditimbulkan dari pembangunan SUTT. Aksi warga
ini diartikan pemerintah sebagai perbuatan melawan (pembangkang) kebijakan
pemerintah. Dengan demikian, dugaan politik adu domba mulai digencarkan oleh
pemerintah.
Pemerintah mulai mengundang para pakar bergelar
Doktor dan Profesor untuk menjadi narasumber dalam seminar bertema “SUTT untuk
pemenuhan listrik bagi rakyat” dan mengundang warga tertentu untuk hadir dalam
forum tersebut. Tetapi forum tersebut hanya berbicara tentang dampak positif
adanya SUTT sedangkan ikutan dari dampak negatif tidak pernah menjadi
konsideran pembangunan SUTT. Padahal sesuai buku panduan yang diterbitkan
Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007:17) dampak pembangunan SUTT yang tidak
dapat terduga adalah sekitar 20-30 tahun. Artinya, pemerintah sebenarnya telah
menyiapkan “bom waktu” bagi rakyatnya sendiri. Seharusnya, dalam setiap forum
ilmiah, inti dari setiap kebijkan yang terutama adalah melihat dampak negatif
ikutannya agar dicari solusi dan antisipasi agar dampak tersebut dapat
diminimalisir atau ditiadakan, di samping sosialisasi dampak positifnya.
Penulis pernah membaca salah satu
artikel di media massa lokal NTT, tertulis bahwa dengan terhambatnya
pembangunan SUTT di Fatukoa, maka masyarakat Kota Kupang akan mengalami kekurangan
pasokan listrik dan akan terkendala dalam perluasan jaringan listrik khususnya
sedaratan Timor Barat. Pandangan ini tidak dapat disalahkan, tetapi disisi lain
dapat menimbulkan konflik adu domba antara warga Fatukoa dan warga wilayah lain
sedaratan Timor.
Approach Pemerintah
Daerah Kota Kupang dengan menurunkan personel Satpol PP dengan peralatan
lengkap (seolah emergency “siaga 1”) dan terindikasi juga keterlibatan personel
polri dan TNI, menjutifikasi bahwa rakyat adalah biang penghambat pembangunan.
Paradigma ini menjadikan warga Fatukoa semakin tereliminasi dari eksistensinya
sebagai rakyat yang harus dilindungi.
Pengakuan warga ketika berdialog dan
mengadukan persoalan ini ke anggota DPD RI Perwakilan NTT, Ir. Sarah Lery
Mboeik menyatakan bahwa mereka (warga) menyesal akan inkosistensi Walikota
Jonas Salean yang selalu tidak konsisten dengan pernyataannya. Disisi lain,
Walikota menolak pembangunan SUTT di pemukiman warga, tapi dilain pihak tidak
mampu berbuat apa-apa, bahkan menerjunkan anggota “Satpol PP (banyak
mempameokan sebagai preman berseragam)” yang terindikasi arogan terhadap warga.
Kejadian ini kontras dengan tulisan penulis dalam buku (belum dipublikasikan)
‘ambiguitas Satpol PP’ yang memuji habis-habisan Satpol PP Kota Kupang saat
kepemimpinan Dumuliahi Djami.
Dampak phisyologis Warga Fatukoa.
Warga Fatukoa yang menolak pembangunan
SUTT saat ini menjadi dilema. Antara mendukung pembangunan SUTT atau menolak
pembangunan SUTT. Pada akhirnya, warga dibingungkan dengan berbagai persoalan
pembangunan SUTT. Konflik sedikit demi sedikit telah menjurus pada perpecahan
komunal, antara yang mendukung dan menolak. Bahkan yang lebih parah adalah
masyarakat tidak mengerti apa-apa tentang manfaat SUTT dan dampak ikutannya.
Kondisi ini dapat ditilik saat
pertemuan antara anggota DPD RI dan warga Fatukoa, terdapat seorang yang
berprofesi sebagai guru asal pulau Sandlewood
(dokumentasi testimoni ada di penulis) ketika memberikan pendapatnya terkesan
tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang SUTT “pokoknya tolak pembangunan
SUTT, apapun alasannya”. Pernyataan ini menjustifikasi bahwa warga sebenarnya
bingung dengan manfaat dan dampak ikutannya dari SUTT itu sendiri.
Pemahaman melalui temu ilmiah dan
sosialisasi harus terus diprogramkan pemerintah untuk memberikan sinkronisasi
pandangan manfaat dari SUTT serta harus melibatkan ahli yang jujur dan
berintegritas dalam memberikan pemahaman yang baik pada masyarakat dan pemerintah
harus menjamin integritas dan akuntabel dalam penyiapan dokumen AMDAL. Jangan membangun konflik holisontal maupun
vertikal sesama warga dan pemerintah. Apapun kebijakannya, masyarakat sangat membutuhkan
listrik, tetapi tidak harus mengorbankan masyarakat sekitar.
Referensi:
Deputi Bidang Tata Lingkungan-Kementrian Negara Lingkungan
Hidup. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL Saluran Udara
Tegangan Tinggi. Diterbitkan oleh KNLH dan Danida.