SELAMAT MEMBACA

Friday 25 October 2013

LABELISASI PENGHAMBAT PEMBANGUNAN



Devide et Empera “Politik Adu Domba” Tower SUTT
Oleh: Ian Haba Ora
Ketua FPAR Komunitas Dampingan PIAR NTT

Pengantar
Manfaat SUTT sangat besar, tanpa SUTT pendistribusian listrik akan terhambat. Namun tidak dipungkiri bahwa pembangunan SUTT pasti membawa dampak negatif, mulai dari prakonstruksi, kontruksi, operasional dan pasca operasional. Prakonstruksi dilakukan survei untuk menentukan penentuan lahan pembangunan tower SUTT. Lahan sekitar SUTT akan memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya. Aturan Ruang Bebas membuat pemilik lahan tidak leluasa lagi memiliki pepohonan yang tinggi. Tinggi bangunan juga harus dibatasi. Jika masuk ke dalam wilayah ruang bebas, pohon-pohon harus dipangkas dan bangunan harus dibongkar. Adanya pembatasan terhadap pemanfaatan lahan di sekitar SUTT dapat mengurangi minat seseorang untuk membeli tanah itu. Situs-situs sejarah sekitar akan terganggu dan merusak pemandangan pada akhirnya masyarakat dibatasi dan terkungkung dalam keterbatasan pemanfaatan lahan. Urusan perolehan lahan tidak jarang malah menimbulkan sengketa di antara penduduk sendiri. Sebagian masyarakat yang menolak untuk menjual tanahnya akan bersebrangan dengan yang menjual lahannya.

Dengan demikian, untuk kegiatan SUTT, karakteristik kegiatan yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan lokasi dan pembebasan lahan, tatacara konstruksi pembangunan menara, dan panjang jalur transmisi. Sedangkan rona lingkungan yang turut berpengaruh antara lain adalah kondisi lahan dan sikap penduduk yang tinggal di wilayah sekitar SUTT. Kegiatan SUTT dengan kapasitas ≤150 kV sudah dapat diduga akan dapat menimbulkan dampak, seperti keresahan masyarakat karena penurunan nilai jual tanah, keresahan karena medan magnet dan medan listrik, serta dampak lainnya yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan budaya terutama yang berkaitan dengan pembebasan lahan dan keresahan yang ditimbulkan. Dalam hal ini, dokumen UKL-UPL harus menyatakan setiap dampak lingkungan yang terjadi mulai dari sumber dampak, jenis dampak, upaya pengelolaan lingkungan, dan upaya pemantauan lingkungan rencana kegiatan SUTT secara spesifik, lengkap, dan jelas. Setidaknya aspek apa, bagaimana, mengapa, kapan, dan dimana harus mampu terjawab. Dengan demikian, kesalahpahaman tentang suatu potensi dampak dapat dihindari dan derajat kepentingannya dapat dinilai dengan benar (Deputi Bidang TL-KNLH, 2007:12-13).

Indikasi politik adu domba Pemerintah ala Belanda
Salah satu unsur terbentuknya negara adalah rakyat. Sehingga secara filosofis dan legalistik, negara menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat. Tetapi terkadang negara (baca: Pemerintah) yang sering mengdiskualifikasi elemen rakyat dalam setiap kebijakan-kebijakan. Salah satu cara pemerintah adalah dengan politik adu domba. Secara historis, Indonesia tidak terlepas dari sejarah Pemerintah Belanda untuk melakukan politik adu domba “devide et empera” guna memecah bela persatuan dan kesatuan rakyat. Selain itu, pendekatan represif (kekerasan) menjadi approach action (pendekatan aksi) pemerintah dalam membungkam kedaulatan rakyat untuk menyatakan pendapat dan kreasi, dan yang terjadi adalah konflik.

Problema SUTT Fatukoa Kota Kupang menjadi tontonan konflik antara rakyat dan pemerintah (PLN, PEMKOT, dan Konsultan Pemerintah). Warga Fatukoa dengan kebulatan tekad menolak pembangunan SUTT di pemukiman warga, karena menurut pendapat mereka belum sepenuhnya memahami potensi dampak yang akan ditimbulkan dari pembangunan SUTT. Aksi warga ini diartikan pemerintah sebagai perbuatan melawan (pembangkang) kebijakan pemerintah. Dengan demikian, dugaan politik adu domba mulai digencarkan oleh pemerintah.

Pemerintah mulai mengundang para pakar bergelar Doktor dan Profesor untuk menjadi narasumber dalam seminar bertema “SUTT untuk pemenuhan listrik bagi rakyat” dan mengundang warga tertentu untuk hadir dalam forum tersebut. Tetapi forum tersebut hanya berbicara tentang dampak positif adanya SUTT sedangkan ikutan dari dampak negatif tidak pernah menjadi konsideran pembangunan SUTT. Padahal sesuai buku panduan yang diterbitkan Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007:17) dampak pembangunan SUTT yang tidak dapat terduga adalah sekitar 20-30 tahun. Artinya, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan “bom waktu” bagi rakyatnya sendiri. Seharusnya, dalam setiap forum ilmiah, inti dari setiap kebijkan yang terutama adalah melihat dampak negatif ikutannya agar dicari solusi dan antisipasi agar dampak tersebut dapat diminimalisir atau ditiadakan, di samping sosialisasi dampak positifnya.

Penulis pernah membaca salah satu artikel di media massa lokal NTT, tertulis bahwa dengan terhambatnya pembangunan SUTT di Fatukoa, maka masyarakat Kota Kupang akan mengalami kekurangan pasokan listrik dan akan terkendala dalam perluasan jaringan listrik khususnya sedaratan Timor Barat. Pandangan ini tidak dapat disalahkan, tetapi disisi lain dapat menimbulkan konflik adu domba antara warga Fatukoa dan warga wilayah lain sedaratan Timor.

Approach Pemerintah Daerah Kota Kupang dengan menurunkan personel Satpol PP dengan peralatan lengkap (seolah emergency “siaga 1”) dan terindikasi juga keterlibatan personel polri dan TNI, menjutifikasi bahwa rakyat adalah biang penghambat pembangunan. Paradigma ini menjadikan warga Fatukoa semakin tereliminasi dari eksistensinya sebagai rakyat yang harus dilindungi.

Pengakuan warga ketika berdialog dan mengadukan persoalan ini ke anggota DPD RI Perwakilan NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik menyatakan bahwa mereka (warga) menyesal akan inkosistensi Walikota Jonas Salean yang selalu tidak konsisten dengan pernyataannya. Disisi lain, Walikota menolak pembangunan SUTT di pemukiman warga, tapi dilain pihak tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan menerjunkan anggota “Satpol PP (banyak mempameokan sebagai preman berseragam)” yang terindikasi arogan terhadap warga. Kejadian ini kontras dengan tulisan penulis dalam buku (belum dipublikasikan) ‘ambiguitas Satpol PP’ yang memuji habis-habisan Satpol PP Kota Kupang saat kepemimpinan Dumuliahi Djami.

Dampak phisyologis Warga Fatukoa.
Warga Fatukoa yang menolak pembangunan SUTT saat ini menjadi dilema. Antara mendukung pembangunan SUTT atau menolak pembangunan SUTT. Pada akhirnya, warga dibingungkan dengan berbagai persoalan pembangunan SUTT. Konflik sedikit demi sedikit telah menjurus pada perpecahan komunal, antara yang mendukung dan menolak. Bahkan yang lebih parah adalah masyarakat tidak mengerti apa-apa tentang manfaat SUTT dan dampak ikutannya.

Kondisi ini dapat ditilik saat pertemuan antara anggota DPD RI dan warga Fatukoa, terdapat seorang yang berprofesi sebagai guru asal pulau Sandlewood (dokumentasi testimoni ada di penulis) ketika memberikan pendapatnya terkesan tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang SUTT “pokoknya tolak pembangunan SUTT, apapun alasannya”. Pernyataan ini menjustifikasi bahwa warga sebenarnya bingung dengan manfaat dan dampak ikutannya dari SUTT itu sendiri.

Pemahaman melalui temu ilmiah dan sosialisasi harus terus diprogramkan pemerintah untuk memberikan sinkronisasi pandangan manfaat dari SUTT serta harus melibatkan ahli yang jujur dan berintegritas dalam memberikan pemahaman yang baik pada masyarakat dan pemerintah harus menjamin integritas dan akuntabel dalam penyiapan dokumen AMDAL. Jangan membangun konflik holisontal maupun vertikal sesama warga dan pemerintah. Apapun kebijakannya, masyarakat sangat membutuhkan listrik, tetapi tidak harus mengorbankan masyarakat sekitar.

Referensi:
Deputi Bidang Tata Lingkungan-Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL Saluran Udara Tegangan Tinggi. Diterbitkan oleh KNLH dan Danida.

        
         
         

TRANSLATE: