SELAMAT MEMBACA

Saturday 6 February 2016

TULISAN ILMIAH: MEMBEDAH PRINSIP PENGAWASAN PIP OLEH ANGGOTA DPR RI



CUCI OTAK UNTUK INDIKASI GAGAL PAHAM
(Membedah Prinsip Pengawasan PIP oleh Anggota DPR RI)
Oleh: Ian Haba Ora (Ketua FReePublik NTT)

Pengantar
Laporan Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud (November 2014-November 2015) menyebutkan aset terbesar Indonesia bukanlah sumber daya alam, melainkan manusianya. Karena itu, pembangunan manusia Indonesia menjadi prioritas utama. Namun dalam realitasnya masih banyak anak bangsa yang belum bisa bersekolah. Karena itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo bertekad mengatasi masalah ini dengan mencantumkannya dalam Nawacita butir kelima, yakni meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Menjawab Nawa Cita ini maka Kemendikbud mengeluarkan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dulunya adalah Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Namun dibeberapa tempat seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur, implementasi BSM/PIP belum optimal dikarenakan tarik ulur kepentingan pemahaman politik. Salah satu pihak yang bertangungjawab terhadap penyaluran PIP adalah Anggota DPR RI dan Kepala Daerah sebagai pemangku kepentingan. Artinya, pihak-pihak yang mempunyai komitmen dan kepentingan terhadap kemajuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Jefri Riwu Kore Anggota Komisi X DPR RI merupakan elemen individual yang terkait dalam pelaksanaan tugas sebagai pemangku kepentingan dalam penyaluran dana bantuan pendidikan PIP yang dikenal BSM. Salah satu strategi sebagai pemangku kepentingan adalah dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan maupun menampung permohonan aspirasi BSM/PIP dari masyarakat. Namun penerbitan surat pemberitahuan dan permohonan aspirasi BSM/PIP dianggap oleh sebahagian kalangan, umumnya kepala daerah sebagai bentuk penipuan. Hal ini berbeda dengan komitmen Mendikbud Anis Baswedan yang menyatakan bahwa peningkatan pendidikan kuncinya berada pada pemimpin daerah maka komitmen pemimpin daerah harus diperkuat (Kilas Kemendikbud, 2015:9).
Oleh karena itu, perlu dilakukan penulisan ilmiah terkait dengan fungsi pengawasan Anggota DPR RI dalam mendorong implementasi Program BSM/PIP dengan judul “Cuci Otak Untuk Indikasi Gagal Paham Kepala Daerah: Membedah Prinsip Pengawasan PIP oleh Anggota DPR RI”.
Metode penulisan artikel ini menggunakan studi literatur atau kepustakaan sesuai dengan prinsip-prinsip penulisan artikel ilmiah secara umum, yang dibatasi pada: 1). Fungsi Pengawasan Anggota DPR RI; 2). Program BSM/PIP; 3). Dasar Hukum Pengawasan BSM/PIP oleh Anggota DPR RI. Kemudian kesimpulan dilakukan secara sintesis menurut petunjuk umum artikel ilmiah.
Fungsi Pengawasan Anggota DPR RI
Hans Kelsen (2009:382) menjelaskan bahwa pengawasan muncul ketika trias politica memisahkan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemisahan ini menyebabkan muncul fungsi di setiap masing-masing bidang pemerintahan. Pengawasan tersebut bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.
Pengawasan DPR RI terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdapat dalam Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPD yang menyatakan: fungsi pengawasan DPR RI dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
Nurcholis (2007:208) menyatakan pengawasan atas pelaksanaan APBN dilakukan oleh legislatif bukanlah pemeriksaan yang dimiliki untuk menghukum lembaga eksekutif tetapi pengawasan yang dilakukan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBN. Oleh karena itu, pengawasan dianggap sebagai tahap kesatuan untuk keseluruhan tahap penyusunan dan pelaporan yang diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja. Pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dimulai sejak penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, perubahan anggaran, dan pertanggungjawaban anggaran (Mardiasmo, 2001:206).
Pengawasan terhadap APBN penting dilakukan untuk memastikan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas program dan diajukan untuk kesejahteraan masyarakat; menjaga agar penggunaan APBN ekonomis, efisien, dan efektif; menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atau dengan kata lain bahwa anggaran telah dikelolah secara transparan dan akuntabel untuk meminimalkan adanya kebocoran ataupun penyimpangan.
Program BSM atau PIP
Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakan program bantuan dana pendidikan untuk anak usia sekolah yang tujukan untuk menghilangkan halangan siswa miskin untuk akses pelayanan pendidikan; mencegah angka putus sekolah dan menarik siswa miskin untuk bersekolah kembali; membantu siswa miskin untuk memenuhi kebutuhan personal dalam kegiatan pembelajaran; dan mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan menengah universal (Juknis BSM Kemendikbud, 2013).
Dasar pikir di atas secara konsep juga dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk membantu meningkatkan pendidikan bagi masyarakat miskin melalui kebijakan pembangunan pendidikan yang diarahkan untuk mencapai misi 5 K, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, kualitas/mutu, kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, serta memberi kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkai layanan pendidikan, seperti masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah konflik, ataupun masyarakat penyandang cacat (Juknis BSM Kemendikbud, 2014:4).
Di penghujung tahun 2014 silam, pemerintah telah meluncurkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai bagian tidak terpisahkan dari Program Indonesia Pintar. Untuk tahun 2014 silam, sumber pendanaan KIP bersumber dari Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang menyasar 9,2 juta siswa yang telah dialokasikan dalam APBN-P 2014. Namun BSM yang menjadi PIP cukup berbeda. Menurut Mendikbud Anis Baswedan bahwa BSM diberikan pada siswa yang bersekolah, sedangkan KIP akan diberikan pada anak usia sekolah yang sedang sekolah maupun putus sekolah (Anonim, 2015).
Kemendikbud menetapkan lima tujuan yang menjadi sasaran PIP, yakni:
1.    Mengurangi jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah.
2.    Membantu anak usia sekolah dari keluarga miskin untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3.    Mengurangi kesenjangan dalam memperoleh layanan pendidikan antara anak dari keluarga kaya dan miskin/kurang mampu.
4.    Meringankan beban orang tua yang tidak mampu dalam membiayai pendidikan anaknya.
5.    Membantu anak-anak yang putus sekolah untuk kembali bersekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan ketentuan teknis yang mendefinisikan PIP merupakan bantuan berupa uang tunai dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang orang tuanya tidak dan/atau kurang mampu membiayai pendidikannya, sebagai kelanjutan dan perluasan sasaran dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Tujuan dilaksanakan PIP adalah: 1). Meningkatkan akses bagi anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah untuk mendukung pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal/Rintisan Wajib Belajar 12 (dua belas) tahun; 2). Mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi; dan 3). Menarik siswa putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan agar kembali mendapatkan layanan pendidikan di sekolah/Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)/Pusat Kegiatan Belajar (PKBM)/Lembaga Kursus Pelatihan (LKP)/satuan pendidikan nonformal lainnya dan Balai Latihan Kerja (BLK).
Untuk meningkatkan kualitas penyerapan anggaran maka Mendikbud Anis Baswedan pada Rapat Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Komisi X DPR RI pada tanggal 10 Juni 2015 mengalokasikan kuota aspirasi sebagai strategi pemenuhan sasaran PIP, yang tampak pada Gambar berikut.
Gambar 1. Strategi Pemenuhan Sasaran PIP (Kemendikbud, 2015)
Berdasarkan Gambar 1 di atas ditentukan alokasi aspirasi kuota PIP untuk pemangku kepentingan tahun 2015 sebanyak 1.432.027 anak usia sekolah. Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah anggota Komisi X DPR RI. Dengan demikian, pendataan kuota BSM/PIP selain dilakukan oleh pihak sekolah juga dapat dilakukan oleh Anggota DPR RI.
Dasar Hukum Fungsi Pengawasan BSM/PIP oleh Anggota DPR RI
Salah satu pihak yang bertangungjawab terhadap penyaluran PIP adalah Anggota DPR RI sebagai pemangku kepentingan. Artinya, pihak-pihak yang mempunyai komitmen dan kepentingan terhadap kemajuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Jefri Riwu Kore Anggota Komisi X DPR RI merupakan elemen individual yang terkait dalam pelaksanaan tugas sebagai pemangku kepentingan dalam penyaluran dana bantuan pendidikan PIP yang dikenal BSM. Dasar pelaksanaan Anggota DPR RI terlihat dalam beberapa Pasal pendukung sesuai dengan nomenklatur peraturan perundang-undangan, diantaranya:
1.    Setiap anggota DPR RI sebelum dilantik telah bersumpah untuk fokus memperjuangkan daerah pemilihan sesuai Pasal 78 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3dan Pasal 10 Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib, berbunyi:
”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; --------------------------------------------------------------------------------------------
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; ---------------------------------------------------------------------------------
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”---------------------------------------------
2.    Setiap anggota DPR RI memiliki Fungsi, Tugas, Hak dan Kewajiban yang tampak dalam Pasal 69 ayat (1), (2), dan ayat (3) serta Pasal 70 ayat (1), (2), (3) UU MD3 Tahun 2014. Inti dari penjelasan tersebut ialah setiap Anggota DPR RI harus melakukan pelaksanaan fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Fungsi DPR sesuai Pasal 70 ayat (3) UU MD3, berbunyi: Fungsi Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan UU dan APBN.
Pasal 227 ayat (1) UU MD3 terkait Hak Pengawasan, berbunyi: Setiap anggota berhak mengawasi pelaksanaan APBN dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, termasuk di daerah pemilihannya.
Pasal 72 huruf g UU MD3, berbunyi: menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Pasal 80 huruf j UU MD3, berbunyi: mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
Pasal 81 UU MD3 terkait kewajiban anggota DPR RI, huruf j, berbunyi: menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Huruf k, berbunyi: memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
3.    Setiap Anggota DPR RI memiliki alat kelengkapan DPR yang disebut Komisi dan bertugas dalam bidang pengawasan. Pasal 98 ayat (3) huruf a, berbunyi:  melakukan pengawasan terhadap UU, termasuk APBN serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Dan, huruf d, berbunyi: melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
4.    Setiap anggota DPR RI terikat dengan hasil keputusan rapat.  Pasal 98 ayat (6) UU MD3, berbunyi: keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah. Salah satu hasil kesimpulan Rapat Kerja (Raker) Komisi adalah terkait dengan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) tanggal 27 September 2010 dan 14 September 2012 yang telah diubah menjadi PIP. Rapat tersebut menyimpulkan bahwa BSM/PIP dapat dilakukan dengan pendataan dan perjuangan aspirasi yang mekanismenya dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 2. Mekanisme Pengawasan dan Perjuangan Aspirasi BSM/PIP Anggota DPR RI (DPR RI, 2010)
Berdasarkan Gambar di atas, maka mekanisme BSM/PIP dapat dilakukan oleh anggota DPR RI, dengan cara:
1.    Mekanisme 1b: Pemangku kepentingan mengusulkan siswa calon penerima BSM/PIP ke Kementerian atas dasar siswa anak usia sekolah.
2.    Mekanisme 3b: Pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI) mengusulkan daftar calon penerima BSM/PIP ke Kemendikbud.
3.    Mekanisme 4: Kemendikbud membuat Surat Keputusan (SK) penerima BSM/PIP berdasarkan usulan dari pemangku kepentingan.
4.    Mekanisme 5b: Kemendikbud mengirimkan SK penerima ke pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI).
5.    Mekanisme 6: Pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI) menginformasikan ke siswa penerima BSM/PIP.
6.    Mekanisme 7b: siswa penerima BSM/PIP dari pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI), melapor ke sekolah.
7.    Mekanisme 8: Sekolah memberitahukan ke siswa penerima BSM agar mencairkan dana BSM/PIP di lembaga penyalur.
8.    Mekanisme 9: siswa mencairkan BSM/PIP ke lembaga penyalur.
9.    Mekanisme 10: lembaga penyalur membuat rekapitulasi penyaluran dan melaporkannya ke Kemendikbud.
Untuk melaksanakan fungsi pengawasan DPR RI maka setiap anggota DPR RI dapat melaksanakan dengan beberapa cara yang tidak bertentangan dengan UU atau aturan lain. Surat pemberitahuan dan surat permohonan aspirasi DPR RI merupakan langkah terbaik dalam melaksanakan tugas dan fungsi anggota DPR RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas.
Prinsip Dasar Surat Pemberitahuan dan Permohonan Aspirasi BSM/PIP Anggota DPR RI
Mendukung peningkatan kualitas manusia Indonesia, maka pemerintah mengalokasikan sejumlah besar dana APBN untuk kepentingan perbaikan kualitas pendiikan. Usaha untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan didukung sepenuhnya oleh mitra pemerintah, yakni DPR RI. Namun program pemerintah yang diputuskan melalui proses penetapan anggaran di Gedung Rakyat (Gedung DPR RI) terindikasi disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk meraup keuntungan dana menjadi tindakan korupsi. Dugaan banyaknya uang negara yang diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu menjadikan program yang baik ini tidak berjalan semestinya. Apalagi jika program yang dijalankan jauh dari pengawasan oleh rakyat maupun pemegang aspirasi (Haba Ora, 2013).



Untuk itu pengawasan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan sehingga terciptanya check and balance diantara pemberi layanan dan penerima layanan. Pengawasan (fungsi kontrol) Anggota DPR RI sangat diperlukan mengingat banyaknya pengeluhan masyarakat terkait dana-dana pemerintah yang tidak dinikmati, tidak diketahui, tidak disampai ke tangan masyarakat karena lemahnya pengawasan, terutama dari anggota DPR RI sebagai abdi masyarakat. Terdapat beberapa anggota DPR RI dengan komitmen melaksanakan fungsi pengawasan secara akuntabilitas, persuasif, edukasi, dan transparan (prinsip APET). Salah satu prinsip APET dilakukan oleh Anggota DPR RI Jefri Riwu Kore (Jeriko) melalui inisiatif menerbitkan “Surat Pemberitahuan dan Surat Aspirasi” sebagai metode pelaksanaan prinsip APET. Tetapi beberapa sumber menganggap sebagai kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Anggota DPR RI. Sedangkan secara prosedural hukum, Anggota DPR RI memiliki kewenangan dalam melakukan kinerja dengan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Kesalahan berpikir skeptis beberapa sumber ini dapat dianggap sebagai bentuk “Gagal Paham”. Berikut dikutip beberapa sumber yang dapat dianggap sebagai sikap Gagal Paham:
1.    “Walikota Kupang Jonas Salean Adukan Kasus BSM Ke KPK”, judul berita Zonalinews.com (12 Maret 2015). Artinya, Walikota Kupang menganggap bahwa Dana BSM telah dikorupsi oleh anggota Komisi X DPR RI. Sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pasal 6 huruf c, berbunyi: KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Artinya, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penututan hanya pada ‘terbatas khusus pada tindak pidana korupsi”, jika: melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat (seperti gratifikasi); dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 milyar rupiah. Asumsi dugaan gagal paham ialah:
a)    Walikota Kupang dapat diduga belum mampu untuk memahami secara jernih peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Saputra (2014) menjelaskan bahwa sarjana hukum yang kompeten adalah ia yang memahami konsep materi dari materi-materi yang ia pelajari.
b)   Walikota Kupang diduga belum sepenuhnya memahami dan membedakan antara tugas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meteorika.com (2014) menyebutkan bahwa mungkin masih ada masyarakat yang sebenarnya belum sepenuhnya memahami apa itu legislatif hingga yudikatif.
c)    Walikota Kupang diduga tidak konsisten terhadap sumpahnya. Tulisan Utuh MJ Taedini dengan judul “Jonas-Jefri Saling Memberi Peneguhan”, dimana tertulis: Sementara itu, Walikota terpilih Jonas Salean mengatakan, sikap Jefri adalah sesuatu yang mulia bagi warga Kota Kupang. Ia (Jonas, Read) juga menyatakan siap memberikan data pendidikan secara terbuka kepada Jefri sebagai anggota DPR RI, karena kenyataan saat ini masih banyak masyarakat miskin di Kota Kupang”. Kenyataannya, Jeriko dilaporkan Walikota Kupang ke KPK. Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam suatu wawancara pernah mengatakan, “kita tidak usah memilih pemimpin yang suka ingkar janji (satunusanews.com).
2.    “Subiantoro Tolak Bantuan Jeriko” judul pemberitaan di Media Massa Kursor (Rabu, 11/12/2013). Asumsi dugaan gagal paham ialah karena tidak ingin menerima bantuan sejenis dengan nama dan jumlah uang yang sama. Ternyata tulisan yang tertera pada surat yang dianggap bantuan Jeriko oleh Kepsek SMK Negeri 1 Soe-TTS merupakan surat pemberitahuan kepada anak siswa bahwa nama anak yang namanya tertera di surat pemberitahuan telah terdaftar dalam penerima BSM. Surat yang dimaksud merupakan bentuk pengawasan anggota DPR RI Komisi Pendidikan.
3.    “Welly M Dimoe Djami Kepala Sekolah SMA Sinar Pancasila menuding Jeriko sebagai Penipu karena dianggap membeberkan data penerima bantuan dana pendidikan di sekolahnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginannya”, intisari pemberitaan Media online “lintasntt.com (Minggu, 1/3/2015)”. Asumsi dugaan gagal paham adalah Welly menganggap surat pemberitahuan Jeriko sebagai penipuan karena sesuai surat keputusan yang diterbitkan oleh Kemendikbud yang diinformasikan ke siswa berjumlah lebih dari 40 orang siswa di kelas 3 namun Welly menganggap hanya 7 siswa yang mendapatkan bantuan BSM tersebut. Seharusnya, informasi pemberitahuan dari pihak Jeriko sebagai anggota DPR RI yang menyebutkan terdapat lebih dari 40 siswa yang terdaftar sebagai penerima BSM namun hanya 7 siswa yang menerima hak dana BSM, sudah bisa menjadi bukti awal informasi adanya dugaan penyalahgunaan dana BSM oleh oknum tertentu. Bayangkan jika tidak ada pengawasan akurat dari DPR RI maka dapat dianggap akan banyak penyalahgunaan keuangan yang menjadi hak dari siswa sekolah. Dugaan gagal paham yang dimaksud ialah surat pemberitahuan DPR RI dianggap sebagai bentuk penipuan.
Oleh karena itu perlu dijelaskan terkait dengan prinsip-prinsip pelaksanaan fungsi pengawasan DPR RI dan terkait juga dengan prinsip-prinsip perjuangan aspirasi anggota DPR RI dalam Program Indonesia Pintar (PIP).
1.    Surat Pemberitahuan merupakan surat informasi kepada siswa sasaran (termasuk kepada orang tua siswa) agar dapat mengetahui nama siswa yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI adalah penerima manfaat Program Indonesia Pintar (PIP).
2.    Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI dimaksudkan untuk pengawalan pelaksanaan Undang-Undang dan penggunaan APBN sehingga tepat sasaran dan efektifitas kinerja legislatif dapat terlaksana maksimal.
3.    Surat Pemberitahuan dapat menjadi “Senjata Ampuh” dalam memangkas dugaan-dugaan penyalahgunaan penggunaan dana oleh oknum-oknum pendidik.
4.    Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI merupakan metode yang tepat dalam memantau, menolong, dan mendorong optimalisasi kinerja pemerintah, terkhususnya untuk daerah-daerah dengan topografi sulit.
5.    Terkait dengan pendataan aspirasi permohonan BSM/PIP kepada Anggota DPR RI sangat membantu dalam optimalisasi penyerapan anggaran BSM/PIP yang belum sepenuhnya berhasil. Beberapa dasar pikir tersebut, diantaranya:
-        Kurang tersosialisasi dengan baik program BSM/PIP ke lapangan atau stakeholders pendidikan maupun penerima manfaat BSM/PIP, sehingga jarang lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah untuk memanfaatkan program tersebut. Kondisi ini lebih tampak pada sekolah-sekolah daerah terisolir maupun terpencil.
-        Tidak semua siswa memiliki kesempatan tertentu untuk memanfaatkan program tersebut dikarenakan alasan kuota, kepentingan politik, diskriminasi terhadap siswa tertentu untuk akses layanan program BSM/PIP, dan lain sebagainya sebagai penunjang kesempatan siswa mendapatkan program tersebut. Terdapat beberapa sekolah yang sengaja tidak memasukkan anak tertentu dengan alasan perbedaan latar belakang dan tinjauan unsur SARA lainnya.
-        Informasi penarikan/pencairan dana BSM/PIP yang terlambat dari lembaga penyalur menyebabkan banyak anggaran BSM/PIP yang dikembalikan ke kas negara sehingga program BSM/PIP ini tidak terimplementasi secara maksimal. Sesuai ketentuan Juknis, anggaran yang disediakan dalam program BSM hanya diakses ke lembaga penyalur paling lambat 3 bulan setelah siswa penerima manfaat di SK-kan. Perbedaan topografi dan letak geografis daerah-daerah di Indonesia yang sulit menyebabkan informasi pencairan dana BSM menjadi kadarluarsa karena telah melewati waktu yang ditentukan Juknis.
Dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa tujuan seseorang atau suatu organisasi menulis surat adalah untuk menyampaikan informasi; menyampaikan maksud dan tujuan sesuai dengan isi hati penulis, memperlancar arus komunikasi sehingga informasi yang diterima jelas dan tidak salah tafsir; dan menghemat waktu, tenaga, dan biaya dampak dari tidak langsung bertemu dengan pihak yang dituju.
Penutup
Pengawasan anggota DPR RI dalam implementasi Program Indonesia Pintar (PIP) melalui surat pendataan dan pemberitahuan telah sesuai prosedur hukum yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Mekanisme perjuangan anggota DPR RI untuk kuota anak usia sekolah mendapatkan bantuan dana pendidikan melalui jalur PIP terdapat dalam Hasil Keputusan Rapat Kerja Menteri Pendidikan dengan Komisi X DPR RI, dimana setiap anggota DPR RI memiliki kewenangan untuk memperjuangkan anak usia sekolah mendapatkan bantuan dana pendidikan PIP.

Referensi.
Buku
Kelsen, H. 2009. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nusa Media Press. Bandung.
Kemendikbud RI. 2015. Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud RI: Membentuk Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter.
Mardiasmo. 2001. Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Penerbit Andi. Jogjakarta.
Nurcholis, H. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Cetakan Kedua. Gramedia Widiasarna Indonesia Press. Jakarta.

Artikel
Baswedan, A. 2015. Penjelasan Umum Program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahan Rapat Kerja Kemendikbud dengan Komisi X DPR RI. 10 Juni 2015.
Meteorika. 2014. Pengertian Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. {http://www.meteorika.com/2014/07/pengertian-legislatif-eksekutif-yudikatif-dan-fungsinya.html#ixzz3zE6zR3up}. Akses tanggal 9 Januari 2016.
Saputra. 2014. Tips Belajar Hukum. {http://saputra.blog.uns.ac.id/tips-belajar-hukum/}. Akses 9 Januari 2016.
Taedini, U. MJ. 2012. Jonas Jefri Saling Memberi Peneguhan. {http://www.utuhtaedini.com/jonas-jefri-saling-memberi-peneguhan/}. Akses 9 Januari 2016.

Berita Internet
“Panduan Pelaksanaan Bantuan Siswa Miskin (BSM) APBNP Tahun 2013”. Kemendikbud Tahun 2013.
“Petunjuk Teknis Bantuan Siswa Miskin (BSM) Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2014”. Direktorat Pembinaan SMA. Dirjen Pendidikan Menengah. Kemendikbud Tahun 2014.
 “Ini Jawaban Jefri Riwu Kore Atas Tuduhan Penipuan”. {http://www.lintasntt.com/ini-jawaban-jefri-riwu-kore-atas-tuduhan-penipuan/}. Akses tanggal 9 Januari 2016.
Jonas Salean Adukan Kasus BSM Ke KPK. {http://www.zonalinenews.com/2015/03/jonas-salean-adukan-kasus-bsm-ke-kpk/}. Akses tanggal 10 Januari 2016.
“JK: Ngga Usah Dipilih Lagi Kalo Pemimpin Suka Ingkar Janji”. {www.satunusanews.com}. Akses tanggal 8 Januari 2016.

Peraturan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar (PIP).
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

TRANSLATE: