SELAMAT MEMBACA

Friday 21 March 2014

TRANSAKSIONAL POLITIK



Oleh. Ian Haba Ora
Ketua Freepublik NTT
{Tulisan ini dipublikasi oleh SKH Timor Express 18 Maret 2014 dan Victory News /Edit pada 19 Maret 2014}

Opini ini merupakan catatan penulis saat mengikuti kegiatan pelatihan transaksi politik, penyelenggara Puskapol dan Demos Jakarta di Hotel Ima pada 5- 7 Februari 2014. Bicara politik. Andrew Heywood mengartikan politik sebagai kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan dan mengamandemen peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama. Joyce Mitchell, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya. Harrold Lasswell artikan politik sebagai masalah siapa, mendapat apa, kapan, dan bagaimana. Rod Hague menganggap politik sebagai kegiatan menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan berbagai perbedaan diantara anggotanya. Susan C. Stokes, politik terkait dengan alokasi dan distribusi sumber daya dari pemerintah ke warga. Sedangkan Aristoteles mengartikan politik sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Kemunduran esensi politik menjadikan politik sebagai alat kekuasaan tirani, kotor, licik, dan penuh konflik kepentingan. Korban politik pun dialamatkan pada rakyat yang buta politik, dan sering tertipu dari kandidat-kandidat politisi. Warga harus berusaha keluar menjadi warga yang memiliki posisi tawar. Tidak lagi menjadi warga yang dapat dibeli suaranya untuk kepentingan kandidat tetapi rakyat harus berani melakukan politik transaksional kepada kandidat.

Transaksi politik merupakan pertukaran sumber daya antara warga atau pemilih dengan kandidat dan/atau partai politik peserta pemilu (Puskapol UI,2014). Fenomena transaksi politik menjadi realitas pemilu pada setiap pesta demokrasi. Esensi politik dikotori transaksi politik yang melemahkan posisi dan kepentingan rakyat, namun ada juga transaksi politik yang menguatkan warga dalam jangka panjang pascapemilu. Interaksi warga dan kandidat/calon pemenang pemilu dapat ditentukan dari strategi transaksi politik yang dijalin selama pelaksanaan pemilu.

Bentuk transaksi politik yang melemahkan warga.
Jual Beli Suara. Kandidat maupun caleg melalui tim sukses atau pihak lain membagi-bagikan uang atau barang sebagai jasa suara pada pemilih di suatu wilayah sebelum pemilih ke TPS saat pemungutan suara. Jual beli suara ini sifatnya perorangan, belum tentu semua warga disuatu wilayah yang sama mendapatkan pembagian uang. Istilah “serangan fajar, kerap dilekatkan untuk situasi tersebut.

Klientilisme (Warga dijadikan ‘mesin’ politik kandidat). Bentuk lain dari jual beli suara bisa dilakukan oleh kandidat atau partai politik. Bentuknya adalah sekelompok warga/komunitas dijanjikan akan mendapatkan imbalan uang atau fasilitas jika mereka bersepakat untuk memberikan dukungan suara kepada kandidat tersebut. Kesepakatan dukungan suara menjadi syarat pemberian imbalan materi oleh kandidat. Contohnya kandidat menawarkan proyek/fasilitas kepada kelompok/komunitas menjanjikan dukungan suara dari massa/anggotanya. Warga dijadikan ‘mesin politik’kemenangan kandidat. Transaksi politik seperti ini lazim pula didalam pemilu kita.

Bias Partisan (Program untuk simpati warga). Bentuk ini lebih lazim dilakukan oleh incumbent (yang sedang menjabat). Tujuannya agar bisa terpilih lagi. Kandidat menyalurkan bantuan dalam bentuk program. Program disalurkan menjelang pemilu untuk membangun simpati warga. Pemberian bantuan sosial yang sering terjadi menjelang pemilu adalah contoh transaksi politik ini. Sifat bantuannya yang tidak merata, menggunakan dana pemerintah, menyasar daerah tertentu seperti basis partai/kandidat, dan bisa menggunakan aparat pemerintah setempat atau ormas untuk menyalurkan program, membuatnya mirip jual beli suara menjelang pemilu.

Setelah mengenali bentuk-bentuk transaksi politik yang melemahkan kepentingan warga dalam berhubungan dengan kandidat selama pemilu, maka penting untuk bisa membedakan mana transaksi politik yang melemahkan  dan mana yang bisa memperkuat kepentingan warga setelah pemilu berakhir. Berikut adalah ciri-cirinya.

Transaksi politik yang melemahkan warga. Tertutup, tidak terpublikasikan secara luas, tidak ada komunikasi terbuka antara warga dengan kandidat secara langsung, warga tidak tahu tujuan pemberian imbalan. Personal, hasil transaksi politik dinikmati oleh sekelompok orang tertentu, yang  bisa saja mengatas namakan warga suatu wilayah. Jangka pendek, tidak ditujukan membangun ikatan jangka panjang setelah pemilu, kandiddat mendekati warga untuk pemenangan saja. Pendanaan pribadi, kandidat mendanai secara pribadi penyaluran imbalan untuk menggalang dukungan warga pada hari pemilihan. Selain  diri sendiri, sumber dana kandidat bisa berasal  dari pihak-pihak yang berkepetingan terhadap kemenangan kandidat dalam pemilu. Melanggar hukum, praktik jual beli suara pemilih termasuk jenis pelanggaran yang dikenal sanksi/hukuman dalam Undang-Undang pemilu. Kandidat, perantara, dan pemilih yang melakukan jual beli suara dapat diadukan ke pihak berwenang (kepolisian, badan pengawas pemilu). Jika terbukti, hukumannya berupa penjara dan denda. Bahkan kandidat bisa didiskualifikasi dari pencalonan pemilu.

Dinamika transaksi politik dapat kuat jika dibaregi dengan komitmen warga untuk tahu, paham, dan awasi kandidat jika terpilih menjadi wakil rakyat. Saat pra dan hari pencoblosan, warga dituntut untuk membuat programatik dengan kandidat sehingga ketika pascapemilu, rakyat harus mampu awasi kandidat untuk realisasikan kontrak kandidat yang telah dilakukan bersama warga. Warga akan menjadi sejahtera jika peran rakyat mampu mengawal dan mengawasi kandidat.

Hal-hal tersebut di atas tampak pada bentuk politik menguatkan warga diantaranya:
Terbuka, terjadi proses komunikasi melalui dialog tatap muka, ada publikasi yang luas, dan warga paham tentang masalah-masalah yang dibicarakan dan disepakati bersama. Publik, hasil transaksi politik untuk kepentingan publik, menjangkau warga secara keseluruhan dalam wilayah pemilihan. Jangka panjang, ditujukan untuk membangun ikatan hubungan jangka panjang dengan kandidat pemenang pemilu, misalnya melalui kesepakatan kontrak politik. Pendanaan negara, tidak ada pendanaan kandidat untuk menggalang dukungan politik (suara) selama pemilu. Pendanaan negara dalam bentuk alokasi anggaran program pembangunan untuk seluruh masyarakat di wilayah pemilihan. Kandidat pemenang pemilu yang membangun kesepakatan kontrak politik dengan warga akan memperjuangkan alokasinya dalam bentuk kebijakan. Warga dapat memantau prosesnya. Tidak melanggar hukum, sepanjang dalam proses transaksi politik, kandidat tidak menjanjikan imbalan yang ditukar dengan suara pemilih pada hari pemilihan maka tidak melanggar hukum. Publikasi yang luas dan komunikasi menjadi kontrol dalam proses kesepakatan politik kandidat dengan warga agar tidak melanggar UU pemilu. Sedangkan transaksi politik yang melemahkan warga adalah bersifat tertutup, personal, jangka pendek, pendanaan pribadi, dan melanggar hukum.

Penutup
Pesta pemilihan umum telah dekat, saatnya rakyat berjuang untuk mengawasi para kandidat yang mampu memperjuangkan hak dan kebijakan bagi warga, bukan menjatuhkan dukungan suara pada kandidat yang korup, licik, pelanggar hak asasi manusia, amoral, dan penuh janji. Pilihan kita adalah penentuan kemajuan bangsa ini, jauhi transaksi politik yang melemahkan warga, dan terapkan bentuk transaksi politik yang menguatkan warga.

TRANSLATE: