SELAMAT MEMBACA

Tuesday 4 February 2014

NTT MENUJU PROVINSI CURANMOR



Oleh. Ian Haba Ora
Ketua Freepublik PIAR NTT
(Tulisan ini dipublikasi SKH Timor Express pada Selasa, 4 Februari 2014)

Pengantar
Pemberitaan kriminal media massa akhir-akhir ini di Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi trend dengan berita kasus pencurian kendaraan bermotor (Curanmor). Setiap hari, polres kota maupun kabupaten selalu teregistrasi laporan kehilangan kendaraan bermotor. Berbagai daya dan energi dikerahkan oleh aparat kepolisian dalam mengungkap pelaku-pelaku Curanmor perlu diberi apresiasi atas tertangkapnya bandar-bandar penadah maupun pelaku. Namun apadaya kinerja Polisi selalu terlambat dalam mengembalikan barang bukti berupa kendaraan bermotor hasil curian. Setiap penangkapan pelaku curanmor, barang bukti berupa kendaraan tersebut telah berpindah tangan dari pelaku ke pembeli. Meskipun begitu, kinerja polisi perlu diancungi jempol.

Fenomena lain adalah ketika pelaku Curanmor merupakan sindikat. Mengungkap sindikat curanmor perlu daya kerja keras Polri untuk mengungkap satu per satu pelaku. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika Curanmor yang terjadi di NTT bagian dari kongkalikong dan bekengan aparat hukum. Indikasi ini sedikit menggelitik ketika beberapa kejadian kasus berita media massa menuliskan salah satu anggota lantas pada wilayah kerja Polda NTT terlibat sebagai penadah jaringan curanmor. Jika demikian maka akan sangat sulit jika ingin mengungkap kasus curanmor di NTT.

Akumulasi-akumulasi curanmor di NTT yang belum terungkap oleh kerja Polisi menjustifikasi dan mengkiaskan NTT sebagai Provinsi Curanmor. Metafora dan replika majas ini merupakan persepsi yang dibangun berdasarkan argumentatif atas maraknya pencurian kendaraan bermotor di NTT. Masyarakat saat ini dilanda sindrom kecemasan atas kepemilikan kendaraan bermotor yang aktivitasnya dapat terhambat akibat salah memakirkan kendaraannya.

Sindikat Curanmor di NTT
Tingginya angka kejadian Curanmor di wilayah NTT tidak lepas dari jaringan sindikat profesional. Sindikat profesional melibatkan banyak pihak mulai lintas daerah, lintas kabupaten, bahkan lintas negara. Operasi sindikat ini juga terindikasi dibekengi oleh aparat kepolisian dan tentara perbatasan. Khusus NTT, sindikat ini ketika melakukan aksinya, barang hasil curanmor diselundupkan ke perbatasan untuk dijual ke Timor Leste. Yampormase Kapolres Kupang menegaskan bahwa sindikat ini lebih banyak dilakukan oleh pemain-pemain lama atau para residivis. Jeruji besi belum mampu untuk memberikan efek jera para pelaku sehingga ketika pelaku keluar dari penjara tetap melakukan pekerjaan mencuri.

Polisi ketika membongkar jaringan curanmor, tidak serta merta diikuti dengan penyelamatan barang bukti. Hasil curian pelaku curanmor saat tertangkap telah berpindah tangan baik lokus maupun subjek. Tetapi cukup ironi, ketika curanmor yang terjadi di NTT melibatkan oknum-oknum kepolisian yang seharusnya menjadi penegak hukum. Tertangkap dan ditahannya anggota Propam Polda NTT, Brigpol Jhon Lau karena diduga terlibat sejumlah aksi pencurian sepeda motor di Kota Kupang membuktikan indikasi keterlibatan anggota polisi dalam setiap kejahatan curanmor. Demikian juga Bripka TF ditahan karena terduga sebagai jaringan curanmor (http://id.berita.yahoo.com/061257846.html). Keterlibatan anggota Polri juga diakui oleh Kapolres Kupang bahwa jaringan-jaringan curanmor yang dibekuk polisi mengakui bahwa kerja-kerja mereka dibekengi oleh aparat polres seperti Polres Kupang, bahkan jaringan Polisi mampu menjadi pelancar pengiriman sepeda motor curian lolos ke Timor Leste. Mungkin kita masih teringat kematian Buser Polres Kupang Kota yang diduga terbunuh oleh temannya sendiri karena ingin membongkar keterlibatan teman-temannya dalam kasus curanmor di Kota Kupang (https://kabarnet.wordpress.com/2012/01/10/). Bahkan sindikat-sindikat tersebut telah mewartakan struktur mereka selaku presiden dan perdana menteri (http://www.tribunnews.com/regional/2013/12/16/).

Moral anak NTT sebagai pelaku curanmor semakin edan. Jaringan curanmor tidak saja melibatkan anggota Polri namun telah menyusup jaringan sel ke siswa sekolah. Penangkapan pelaku curanmor melibatkan tiga siswa sekolah menengah merupakan gambaran jaringan curanmor semakin mengakar di NTT. Ketiga anak sekolah masing-masing berinisial DK (15 tahun) siswa SMKN 2 Kupang Jurusan Teknik Audio Video warga Nunhila Kota Kupang, AFR (16 tahun) warga jalan Sasando Kelurahan Fatufeto, Kecamatan Alak, Kota Kupang, siswa kelas 1 Jurusan Teknik komputer dan jaringan SMKN 3 Kupang, serta RDRK alias Ory (16 tahun), siswa Jurusan Akuntansi SMK Effata Oeba, warga Kelurahan Nunhila Kecamatan Alak Kota Kupang (http://moral-politik.com/2013/12/). Fenomena riskan ini merupakan jawaban ketidakmampuan polisi dan pemerintah untuk menindak pelaku curanmor.

Sindikat curanmor telah masif berakar di NTT dengan melibatkan jaringan dalam dan luar daerah bahkan lintas negara. Struktur jaringan inipun telah berkembang membentuk organisasi kerja yang rapi dan terselubung. Organisasi ini memiliki Presiden dan Perdana Mentri sebagai otak dan dalang curanmor. Mereka bertugas sebagai pengatur wilayah kerja, penadah, penyelundupan dan penjualan sampai pada pembeli. Kerja pun berdasarkan pesanan.

Akibat dari impotenitas Polri dalam mengungkap jaringan ini maka masyarakat menjadi resah dan gelisah beraktivitas menggunakan kendaraan bermotor. Jika salah parkir maka kecurian akibatnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung kendaraan yang telah disimpan dalam lokasi berpagarpun raib diambil pelaku curanmor. Kejadian ini dirasakan oleh penulis sendiri dimana motor Yamaha Vixion keluaran tahun 2011 raib tanpa bekas apapun. Fenomena curanmor ini jika tidak di tanggulangi cepat oleh pihak berwenang maka akan terus memakan korban.

Perlu Upaya Lebih
Gambaran matrix angka kehilangan kendaraan bermotor yang makin menunjukkan peningkatan hari ke hari seharusnya mampu menggelitik aparat kepolisian dan pemerintah untuk lebih memaksimalkan kinerjanya. Meskipun masyarakat memberikan profisiat pada kinerja kepolisian untuk membongkar jaringan curanmor, Polri tidak harus berbangga hati dengan apa yang telah didapat. Tertangkapnya Presiden dan Perdana Mentri Curanmor oleh pihak Polres Kupang seharusnya menjadi gerak awal untuk terus menyusuri jaringan curanmor hingga pada level terbawah. Argumentatif ini berdasar pada asumsi dimana “bos besar” jaringan ini telah tertangkap namun kasus kecurian kendaraan bermotor masih saja terus terjadi. Ini mendandakan bahwa jaringan ini telah menjadi sel yang masif dengan wilayah kerjanya masing-masing. Polisi juga seharusnya terus melakukan peningkatan sumber daya manusia agar mampu menciptakan strategi jitu dan tepat guna pada aparatur hukum untuk cepat membongkar kasus curanmor di NTT. Atau jika memungkinkan perlu dilakukan refressh organisasi polisi khususnya reskrim dan buser karena terindikasi bahwa bagian ini riskan sebagai jaringan curanmor.

Pemerintah seharusnya terus mensosialisasikan kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan kendaraan bermotor karena dimungkinkan adanya ketidaktahuan warga masyarakat tentang masifnya kehilangan kendaraan bermotor di NTT. Pemerintah tidak harus berdiam diri terhadap tingginya angka kehilangan kendaraan bermotor diwilayah otonominya. Kerjasama antara pihak kepolisian dan kelurahan seharusnya mampu memetahkan daerah yang rawan pencurian untuk diketahui warga sehingga dapat mencegah masifnya pencurian kendaraan bermotor.

Masyarakat juga perlu menggalakan siskamling dalam mencegah terjadinya curanmor di wilayahnya. Masyarakat perlu berhati-hati dalam memakirkan kendaraannya saat berpergian, begitupun ketika memakirkan kendaraan di rumah perlu diperhatikan letak kendaraan agar mudah terpantau dan terjaga.

Penutup
Masifnya curanmor seharusnya menjadi perhatian serius aparatur hukum di wilayah NTT. Efek jera terali besi belum mampu memaksimalkan perubahan sikap dan mental pelaku curanmor. Banyaknya pelaku yang tertangkap merupakan residivis curanmor. Ini membuktikan bahwa konteks penghukuman hukum belum mampu merubah perilaku jaringan curanmor. Polisi jangan berdiam diri ketika para residivis maupun pelaku ternyata telah membentuk sindikat profesional yang melibatkan anggota Polri. Makin suburnya jaringan curanmor di NTT maka membuktikan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat kiaskan sebagai Provinsi Curanmor.

TRANSLATE: