Oleh: DR. Jefri Riwu
Kore, MM., MH[1]
Anggota Fraksi Partai
Demokrat DPR RI Periode 2014-2019
Pendahuluan
Di tinjau dari history
empiris maka dapat dikatakan jika Pancasila lahir dari bumi Indonesia.
Pancasila merupakan embrio yang berkembang dari akumulasi berbagai nilai dari
semangat pluralitas budaya yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pancasila adalah gambaran miniatur bangsa Indonesia sehingga tanpa
Pancasila maka negara kita mungkin saja tidak dapat eksis sampai saat ini. Oleh
karena itu Pancasila secara ilmiah lahir dari kajian hukum kausalitas
(sebab-akibat).
Berdasarkan uraian di atas
maka diketahui jika Pancasila merupakan falsafah dan/atau pedoman hidup bangsa
Indonesia yang terbit dari pijakan bumi pertiwi dan telah diyakini bahwa
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya berlaku dalam hidup berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. Pancasila juga sebagai landasan moral bangsa yang
mengisyaratkan bahwa pencapaian cita-cita nasional harus berpegangan pada nilai
luhur yang dikandung dalam Pancasila agar tidak menyimpang dalam pencapaian
tujuan bangsa untuk mensejahterahkan rakyat, sehingga proses pembangunan tidak
saja mendatangkan kemakmuran namun juga adanya jaminan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu seantero masyarakat Indonesia harus
berpartisipasi aktif dalam setiap proses pembangunan sehingga masyarakat pun
merasa memiliki dan menjaga hasil pembangunan.
Esensi negara yang berpedoman
pada Pancasila sebagai falsafah dan pedoman bangsa maka segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
di dalamnya harus taat berdasarkan atas hukum.
Namun jika ditinjau dari
fenomena masa kini akibat majunya zaman dan munculnya berbagai pengaruh
negative dari globalisasi membuat tingkat pemahaman maupun cara pandang
masyarakat terhadap Pancasila hanya sebatas pada tataran teori saja sementara
dalam praktisnya di masyarakat berbangsa dan bernegara terjadi anomali bahwa
nilai-nilai Pancasila belum dapat diamalkan sepenuhnya. Hal tersebut dapat
dicermati dari akhlak perilaku masyarakat yang berbangsa dan bernegara
mengalami degradasi sikap dan memunculkan sikap rendah perhatian terhadap
eksistensi nilai Pancasila.
Nilai-Nilai
Dasar Pancasila
Defenisi nilai dalam kamus
Sosiologi dan Ilmu Hubungan Keilmuan (Dictionary
of Sociology and Related Sciences) merupakan kemampuan yang dipercaya yang
ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Oleh karena itu nilai menjadi
hakekat sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek (bukan objek itu
sendiri) seperti bunga itu indah, perbuatan itu susila,. Kata indah dan susila
merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan.
Sama artinya jika pijakan
falsafah negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai sehingga
sila-sila tersebut pada hakekatnya menjadi suatu kesatuan. Meskipun diantara
sila yang satu dengan sila yang lain berbeda tetapi kesemuanya merupakan
kesatuan yang sistematis.
Berikut ini dijelaskan
sila-sila dalam Pacasila, yakni:
1. Sila KeTuhan Yang Maha Esa.
Sila ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat
sila lainnya, Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara
yang didirikan adalah sebgai penjawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu segal hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaran negara bahkan moral negara, moral penyelenggaran negara, politik
negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan HAM harus dijiwai nilai-nilai keTuhan Yang maha Esa.
2. Sila Kemanusian yang adil dan beradab
Sila
ini secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhan Yang Maha Esa,
serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam Sila Kemanusian
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab, oleh karena itu dalam kehidupan
keneegaraan terutama dalam perauran perundang-undangan negara harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama HAM harus
dijamin dalam peraturan perundang-undangan.Kemanusian yang adil dan beradab
mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani dala hubungan dengan norma-norma dan
kebudayaan pada umumnya, baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia
maupun lingkungannya. Nilai kemanusuian yang beradab adalah perwujudn nilai
kemanusiaan sebagai mahkluk yang berbudaya bermoral dan beragama. Dalam
kehidupan bernegara harus senantiasa dilandasai oleh moral kemansusiaan antar
lain dala kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya pertahanan dan kemanan serta dalam kehidupan keagamaan.
3. Sila Persatuan Indonesia
Nilai
yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
dengan sila keempat sila lainnyakarena seluruh sila merupakan suatu kesatuan
yang bersifat sistematis. Sila Persatuan Indoensia didasari dan dijiwai oleh
sila Ketuhan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab serta
mendasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam
sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antaravelemen-elemen
yang membentuk negara yang berupa, suku, ras,kelompok,golongan maupun kelompok,
golongan maupun kelompok. Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan
kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam ttapi satui, mengikatkan
diri dalam persatuanyang dilukiskan dalam seloka Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi
konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling
menuntungkan yakni persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan
bersama.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyaratan/Perwakilan
Nilai
yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan?
perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan
Beradab serta Persatuan Indoensia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Nilai
flosofis yan terkandung di dalamnya adalah bahwa hakekat negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa yang bersatu yangt bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok
negara. Negara adalah dari dan oleh rakyat, oleh karena itu rakyat merupakan
asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai
demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka
nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kerakyatan di antarnya adalah:
a) Adanya kebebasan yang disertai dengan
tanggungjawab terhadap masyarakat bangsa maupun moral terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
b) Menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan
c) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan
kesatuan dalam hidup bersama
5. Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indoensia
Nilai yang terkandung antara lain
perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi
seluruh bangsa Indonesia, keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi
bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan pertahanan
keamanan nasional (Ipoleksosbudhankamnas), cita-cita masyarakat adil makmur,
material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, dan cinta akan
kemajuan dan pembangunan. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III,
dan IV.
Nilai keadilan adalah nilai yang
menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan, serta
pemerataan terhadap suatu hal. Setiap bangsa Indonesia mempunyai kesempatan
yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup. Segala usaha
diarahkan untuk menggali potensi rakyat, membangun perwatakan sehingga bisa
meningkatan kualitas rakyat. Dengan demikian kesejahteraan yang meratapun bisa
tercapai.
Revitalisasi
Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Semua dampak euphoria reformasi yang
kita hadapi saat ini, perlu disikapi oleh segenap komponen bangsa melalui
pemahaman yang benar, utuh dan menyeluruh dalam konteks semangat persatuan dan
kesatuan bangsa. Semangat tersebut merupakan kata kunci dari aktualisasi dan
implementasi nilai-nilai luhur Pancasila yang harus terus ditumbuh kembangkan
oleh generasi penerus. Seluruh komponen bangsa harus mampu menyikapi berbagai
permasalahan, perbedaan dan kemajemukan dengan berpedoman pada Empat Pilar/Visi
Negara yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Seluruh anak
bangsa harus proaktif untuk menciptakan, membina, mengembangkan dan memantapkan
persatuan dan kesatuan bangsa yang kerap menghadapi potensi perpecahan.
Generasi penerus harus mampu menghidupkan kembali sikap dan budaya gotong
royong, silahturahmi dan musyawarah untuk mufakat yang hakikinya merupakan ciri
bangsa Indonesia sejak dulu.
Primodialisme, masalah SARA, masalah
ketidakadilan, masalah korupsi dan kesenjangan sosial ekonomi secara bertahap
harus dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Hal ini perlu ditegaskan,
mengingat hal tersebut dapat menjadi titik retak rasa persatuan dan kesatuan
bangsa bila tidak dapat ditemukan solusi pemecahan masalahnya. Oleh karena itu,
masyarakat harus mampu mempelopori untuk memahami, menghayati dan mengimplementasikan
nilai – nilai Pancasila dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai daya
tangkal terhadap berbagai potensi yang mengancam keutuhan NKRI.
Sebagai rangkaian upaya yang
terstruktur pada tataran operasional akan bersifat praktis implementatif, keterlibatan
seluruh aspek sosial dapat menghasilkan peraturan perundangan yang memperkuat
upaya-upaya revitalisasi Pancasila secara demokratis dan bermartabat. Upaya
yang bersifat praktis ditujukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan seperti
pendidikan, penyuluhan dengan melibatkan peran aktif dari seluruh golongan.
Salah satunya dengan adanya kurikulum mulai pendidikan dasar hingga pendidikan
tinggi. Hal ini dilakukan mengingat lembaga pendidikan merupakan ujung tombak
pembentukan watak dan karakter bangsa, khususnya generasi muda yang efektif.
Satu hal penting dan mendasar yang
perlu dikembangkan adalah teladan secara nyata. Teladan merupakan kata kunci
dan kekuatan moral yang akan menentukan berhasil tidaknya upaya revitalisasi
nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan kebangsaan yang dilakukan. Tujuan
pendidikan nasional tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 tahun 2003 yang menyatakan: ”Pendidikan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.
Pernyataan-pernyataan diatas tampak
jelas bahwa pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga
yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena
pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang
meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan
oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat
menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta
sosial budaya.
Upaya untuk merevitalisasikan kembali
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu ada upaya
agar tingkat degradisasi dapat dikendali dengan cara menghidupkan atau
menggiatkan kembali menanamkan nilai-nilai Pancasila. Ada beberapa upaya yang
dapat dilakukan, di antaranya:
1. Peningkatan
Perhatian Masyarakat Terhadap Nilai-Nilai Pancasila.
Dalam menghalau dampak negatif
berkembangnya berbagai ideologi negara lain termasuk kuatnya pengaruh ideologi
leluhur ditengah-tengah masyarakat, maka perhatian masyarakat terhadap
nilai-nilai Pancasila harus kembali dapat ditingkatkan melalui serangkaian
upaya dan kegiatan sebagai berikut:
a) Mengunggah dan mensosialisasikan
secara terus menerus eksistensi dan keberadaan ideologi Pancasila sebagai
pemersatu untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme dikalangan pemimpin
politik, pengusaha, pemuda dan tokoh-tokoh agama.
b) Meningkatkan filter/saringan
masyarakat terhadap eksistensi ideologi kapitalis dan liberalis yang mencoba
untuk memecah belah Indonesia disemua aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.
c) Meningkatkan intensitas pemberian
materi pelajaran pendidikan Pendidikan Pancasila seperti Pendidikan Moral
Pancasila pada tataran teori maupun praktek kepada para siswa/mahasiswa pada
semua jenjang pendidikan. Pengemasan materi pelajaran tersebut harus
ditampilkan semenarik mungkin dan menghindari kesan adanya doktrinasi
sebagaimana pernah terjadi pada masa lalu.
d) Berdasarkan hasil survei Badan Pusat
Statistik (BPS) sepanjang 27-29 Mei 2011 dengan 12.056 responden lewat
mewawancarai/tatap muka kepada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, pengusaha,
tokoh masyarakat, TNI, Polri, dan lainnya yang di 181 kabupaten/kota di 33
provinsi. Pada survei itu diajukan pertanyaan “Bagaimana cara yang tepat untuk
memahami Pancasila?” Hasilnya, 30 persen melalui pendidikan, 19 persen melalui
teladan dari pejabat negara dan pemerintah, 14 persen melalui teladan dari
tokoh masyarakat, 12 persen melalui media massa, dan 10 persen melalui ceramah
keagamaan.Ketika ditanya siapa yang paling tepat melakukan edukasi dan
sosialisasi Pancasila, 43 persen responden menyatakan para guru dan dosen, 28
persen tokoh masyarakat dan pemuka agama, 20 persen badan khusus pemerintah
seperti BP 7, dan 3 persen responden memilih elite politik.
2. Penyamaan
Interpretasi Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila.
Kenyataan saat ini, dimana
interpretasi masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila seringkali terdapat
perbedaan kerap menimbulkan adanya kesalahan dalam penafsiran penjabaran dari
suatu sila, sehingga timbul benturan antar masyarakat yang dapat merusak
persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, guna menghindari hal tersebut,
maka diperlukan adanya penyamaan interpretasi pemahaman nilai-nilai Pancasila
yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan sebagai berikut
a) Sosialisasi nilai-nilai Pancasila
dengan memanfaatkan tokoh masyarakat. Upaya sosialisasi ini dapat dilakukan
oleh jajaran pemerintah setempat, anggota DPRD, serta aparat TNI atau Polri;
b) Pengkajian terhadap kondisi penghayatan
nilai-nilai Pancasila. Upaya ini dapat dilakukan oleh jajaran pemerintahan
setempat dengan melibatkan kalangan akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat.
Pengkajian dilakukan terhadap nilai-nilai Pancasila beserta relevansinya
terhadap berbagai perkembangan yang terjadi;
c) Pemerintah melalui Kemendagri dan
Kemendiknas merumuskan kebijaksanaan dan program penyusunan buku pedoman/arahan
umum implementasi nilai-nilai Pancasila dan menjadikan buku tersebut sebagai
bahan bacaan wajib bagi seluruh aparatur penyelenggara negara di berbagai
instansi pemerintah, kalangan swasta maupun dunia pendidikan;
d) Pemerintah melalui Kemendiknas
menyusun seperangkat kebijakan dan program penataan kurikulum pendidikan materi
Pancasila dengan mengacu pada buku pedoman/arahan umum implementasi nilai-nilai
Pancasila, sehingga ada kesamaan dan kesinambungan dalam interpretasi
nila-nilai Pancasila dari Pusat sampai ke daerah;
3. Penataan Kelembagaan Formal Terstruktur
Sebagai Pengawas Dan Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila Secara Formal.
Kelembagaan formal terstruktur yang
diterapkan secara terstruktur/melembaga, maupun melalui sistem pendidikan
nasional yang menyangkut program membudayakan dan memasyarakatkan Pancasila di
berbagai lingkungan organisasi kemasyarakatan maupun lingkungan pendidikan
dapat terbentuk, sehingga dapat terwujud lembaga yang mengawasi, mengembangkan
Pancasila secara formal. Untuk itu diperlukan adanya berbagai upaya sebagai
berikut:
a) Pemerintah/Pemda
bekerjasama dengan kalangan akademisi merumuskan kebijakan pembentukan Lembaga
Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai
b) Pemerintah
menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas, tanggung jawab dan
kewenangan yang diberikan kepada Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai
Pancasila sebagai tersebut diatas. Agar lembaga ini memiliki dasar, pedoman dan
payung hukum memadai dalam menjalan tugas dan fungsinya;
c) Pemerintah/Pemda
meningkatkan komunikasi, koordinasi dan kerjasama dalam merumuskan berbagai
aturan mengenai mekanisme kerja Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai
Pancasila dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
d) Pemerintah/Pemda
melaksanakan sosialisasi secara menyeluruh mengenai keberadaan Lembaga
Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila.
Pendidikan,
merupakan cara yang ampuh untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila yang kini
terindikasi sudah mulai dilupakan. Apalagi di era globalisasi sekarang ini,
pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia sudah mulai terkikis. Oleh sebab
itu, untuk membangkitkan semangat nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
diperlukan pengaplikasian sejak dini. Untuk itu, pendidikan karakter yang akan
diaplikasikan pemerintah sangat diperlukan agar Pancasila tidak hanya jadi
sekedar omongan tapi juga diaplikasikan.
Sebaiknya
pengamalan nilai-nilai pancasila haru selalu di pegang teguh oleh peserta didik
di sulawesi tengara dalam menghadapi tantangan era globalisasi. Salah satu
benteng yang paling ampuh adalah dengan memahami nilai-nilai pancasila sehingga
bisa di aplikasikan. Peranan guru juga sangat di butuhkan dalam membimbing anak
didik. Selain itu, pancasila diajarkan
pengamalannya di rumah oleh orang tua karena pendidikan bukan sepenuhnya
tanggung jawab sekolah. Pengamalan nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama
harus diajarkan mulai dari tingkat keluarga karena siswa menghabiskan sebagian
besar waktunya di rumah bersama keluarga.
Penutup
Harus
diakui secara jujur, era reformasi yang membawa semangat perubahan dan
keterbukaan telah membawa banyak perubahan positif maupun negatif bagi
kehidupan nasional. Keterbukaan dan kebebasan individu yang merupakan ciri
demokrasi barat semakin mendominasi pola pikir, pola sikap dan pola tindak
generasi penerus bangsa. Semangat gotong royong yang merupakan jiwa dan
semangat yang terkandung dalam Pancasila, mulai dikesampingkan dan diabaikan.
Tata nilai baru yang belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh bangsa
Indonesia telah mengakibatkan disharmonisasi hubungan vertikal maupun
horisontal di antara masyarakat Indonesia yang majemuk.
Berbagai
permasalahan bangsa yang terjadi akhir – akhir ini, disebabkan semakin
lunturnya toleransi atas perbedaan dan kemajemukan di antara komponen bangsa.
Permasalahan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan melemahkan
sendi – sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena
itu, seluruh komponen bangsa dalam susunan Supra struktur, Infra struktur dan
Sub struktur politik harus mampu membangun kembali komunikasi yang baik agar
dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
[1]
Disampaikan dalam acara Seminar Daerah Fraksi Partai Demokrat MPR RI hari Senin
tanggal 15 Juni 2015 di Universitas Negeri Lampung, Sumatera.