Oleh: Ian Haba Ora (Ketua
FReePublik NTT)
Pengantar
Laporan Kilasan Setahun
Kinerja Kemendikbud (November 2014-November 2015) menyebutkan aset terbesar
Indonesia bukanlah sumber daya alam, melainkan manusianya. Karena itu,
pembangunan manusia Indonesia menjadi prioritas utama. Namun dalam realitasnya
masih banyak anak bangsa yang belum bisa bersekolah. Karena itu, pemerintah di
bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo bertekad mengatasi masalah ini dengan
mencantumkannya dalam Nawacita butir kelima, yakni meningkatkan kualitas hidup
manusia dan masyarakat Indonesia. Menjawab Nawa Cita ini maka Kemendikbud
mengeluarkan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dulunya adalah Bantuan Siswa
Miskin (BSM).
Namun dibeberapa tempat
seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur, implementasi BSM/PIP belum optimal
dikarenakan tarik ulur kepentingan pemahaman politik. Salah satu pihak yang
bertangungjawab terhadap penyaluran PIP adalah Anggota DPR RI dan Kepala Daerah
sebagai pemangku kepentingan. Artinya, pihak-pihak yang mempunyai komitmen dan
kepentingan terhadap kemajuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Jefri
Riwu Kore Anggota Komisi X DPR RI merupakan elemen individual yang terkait
dalam pelaksanaan tugas sebagai pemangku kepentingan dalam penyaluran dana
bantuan pendidikan PIP yang dikenal BSM. Salah satu strategi sebagai pemangku
kepentingan adalah dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan maupun menampung
permohonan aspirasi BSM/PIP dari masyarakat. Namun penerbitan surat
pemberitahuan dan permohonan aspirasi BSM/PIP dianggap oleh sebahagian
kalangan, umumnya kepala daerah sebagai bentuk penipuan. Hal ini berbeda dengan
komitmen Mendikbud Anis Baswedan yang menyatakan bahwa peningkatan pendidikan
kuncinya berada pada pemimpin daerah maka komitmen pemimpin daerah harus
diperkuat (Kilas Kemendikbud, 2015:9).
Oleh karena itu, perlu
dilakukan penulisan ilmiah terkait dengan fungsi pengawasan Anggota DPR RI
dalam mendorong implementasi Program BSM/PIP dengan judul “Cuci Otak Untuk
Indikasi Gagal Paham Kepala Daerah: Membedah Prinsip Pengawasan PIP oleh
Anggota DPR RI”.
Metode penulisan artikel
ini menggunakan studi literatur atau kepustakaan sesuai dengan prinsip-prinsip
penulisan artikel ilmiah secara umum, yang dibatasi pada: 1). Fungsi Pengawasan
Anggota DPR RI; 2). Program BSM/PIP; 3). Dasar Hukum Pengawasan BSM/PIP oleh
Anggota DPR RI. Kemudian kesimpulan dilakukan secara sintesis menurut petunjuk
umum artikel ilmiah.
Fungsi
Pengawasan Anggota DPR RI
Hans Kelsen (2009:382)
menjelaskan bahwa pengawasan muncul ketika trias
politica memisahkan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pemisahan ini menyebabkan muncul fungsi di setiap masing-masing bidang
pemerintahan. Pengawasan tersebut bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.
Pengawasan DPR RI terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdapat dalam Pasal 70 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,
dan DPD yang menyatakan: fungsi pengawasan DPR RI dilaksanakan melalui
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
Nurcholis (2007:208)
menyatakan pengawasan atas pelaksanaan APBN dilakukan oleh legislatif bukanlah
pemeriksaan yang dimiliki untuk menghukum lembaga eksekutif tetapi pengawasan
yang dilakukan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam
APBN. Oleh karena itu, pengawasan dianggap sebagai tahap kesatuan untuk keseluruhan
tahap penyusunan dan pelaporan yang diperlukan pada setiap tahap bukan hanya
pada tahap evaluasi saja. Pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dimulai
sejak penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, perubahan anggaran, dan
pertanggungjawaban anggaran (Mardiasmo, 2001:206).
Pengawasan terhadap APBN
penting dilakukan untuk memastikan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas
program dan diajukan untuk kesejahteraan masyarakat; menjaga agar penggunaan
APBN ekonomis, efisien, dan efektif; menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar
dapat dipertanggungjawabkan atau dengan kata lain bahwa anggaran telah
dikelolah secara transparan dan akuntabel untuk meminimalkan adanya kebocoran
ataupun penyimpangan.
Program
BSM atau PIP
Bantuan Siswa Miskin (BSM)
merupakan program bantuan dana pendidikan untuk anak usia sekolah yang tujukan
untuk menghilangkan halangan siswa miskin untuk akses pelayanan pendidikan;
mencegah angka putus sekolah dan menarik siswa miskin untuk bersekolah kembali;
membantu siswa miskin untuk memenuhi kebutuhan personal dalam kegiatan
pembelajaran; dan mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan menengah universal (Juknis BSM
Kemendikbud, 2013).
Dasar pikir di atas secara
konsep juga dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk membantu
meningkatkan pendidikan bagi masyarakat miskin melalui kebijakan pembangunan
pendidikan yang diarahkan untuk mencapai misi 5 K, yaitu ketersediaan,
keterjangkauan, kualitas/mutu, kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan
pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan layanan
pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, serta memberi kesempatan memperoleh
pendidikan yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang
dapat menjangkai layanan pendidikan, seperti masyarakat miskin, masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah konflik, ataupun masyarakat
penyandang cacat (Juknis BSM Kemendikbud, 2014:4).
Di penghujung tahun 2014
silam, pemerintah telah meluncurkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai bagian
tidak terpisahkan dari Program Indonesia Pintar. Untuk tahun 2014 silam, sumber
pendanaan KIP bersumber dari Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang menyasar 9,2 juta
siswa yang telah dialokasikan dalam APBN-P 2014. Namun BSM yang menjadi PIP
cukup berbeda. Menurut Mendikbud Anis Baswedan bahwa BSM diberikan pada siswa
yang bersekolah, sedangkan KIP akan diberikan pada anak usia sekolah yang
sedang sekolah maupun putus sekolah (Anonim, 2015).
Kemendikbud menetapkan lima
tujuan yang menjadi sasaran PIP, yakni:
1. Mengurangi
jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah.
2. Membantu
anak usia sekolah dari keluarga miskin untuk melanjutkan sekolah ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
3. Mengurangi
kesenjangan dalam memperoleh layanan pendidikan antara anak dari keluarga kaya
dan miskin/kurang mampu.
4. Meringankan
beban orang tua yang tidak mampu dalam membiayai pendidikan anaknya.
5. Membantu
anak-anak yang putus sekolah untuk kembali bersekolah.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang
Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan ketentuan teknis yang mendefinisikan
PIP merupakan bantuan berupa uang tunai dari pemerintah yang diberikan kepada
peserta didik yang orang tuanya tidak dan/atau kurang mampu membiayai
pendidikannya, sebagai kelanjutan dan perluasan sasaran dari program Bantuan
Siswa Miskin (BSM). Tujuan dilaksanakan PIP adalah: 1). Meningkatkan akses bagi
anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan
layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah untuk mendukung
pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal/Rintisan Wajib Belajar 12 (dua belas)
tahun; 2). Mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan
pendidikan akibat kesulitan ekonomi; dan 3). Menarik siswa putus sekolah (drop out) atau tidak melanjutkan agar
kembali mendapatkan layanan pendidikan di sekolah/Sanggar Kegiatan Belajar
(SKB)/Pusat Kegiatan Belajar (PKBM)/Lembaga Kursus Pelatihan (LKP)/satuan
pendidikan nonformal lainnya dan Balai Latihan Kerja (BLK).
Untuk meningkatkan kualitas
penyerapan anggaran maka Mendikbud Anis Baswedan pada Rapat Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Komisi X DPR RI pada tanggal 10 Juni 2015
mengalokasikan kuota aspirasi sebagai strategi pemenuhan sasaran PIP, yang
tampak pada Gambar berikut.
Gambar
1. Strategi Pemenuhan Sasaran PIP (Kemendikbud, 2015)
Berdasarkan
Gambar 1 di atas ditentukan alokasi aspirasi kuota PIP untuk pemangku
kepentingan tahun 2015 sebanyak 1.432.027 anak usia sekolah. Pemangku
kepentingan yang dimaksud adalah anggota Komisi X DPR RI. Dengan demikian,
pendataan kuota BSM/PIP selain dilakukan oleh pihak sekolah juga dapat
dilakukan oleh Anggota DPR RI.
Dasar
Hukum Fungsi Pengawasan BSM/PIP oleh Anggota DPR RI
Salah
satu pihak yang bertangungjawab terhadap penyaluran PIP adalah Anggota DPR RI
sebagai pemangku kepentingan. Artinya, pihak-pihak yang mempunyai komitmen dan
kepentingan terhadap kemajuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Jefri
Riwu Kore Anggota Komisi X DPR RI merupakan elemen individual yang terkait
dalam pelaksanaan tugas sebagai pemangku kepentingan dalam penyaluran dana
bantuan pendidikan PIP yang dikenal BSM. Dasar pelaksanaan Anggota DPR RI
terlihat dalam beberapa Pasal pendukung sesuai dengan nomenklatur peraturan
perundang-undangan, diantaranya:
1. Setiap
anggota DPR RI sebelum dilantik telah bersumpah untuk fokus memperjuangkan
daerah pemilihan sesuai Pasal 78 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3dan Pasal 10
Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib, berbunyi:
”Demi
Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa
saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan
Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
--------------------------------------------------------------------------------------------
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban
akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi,
seseorang, dan golongan; ---------------------------------------------------------------------------------
bahwa
saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan
tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”---------------------------------------------
2. Setiap
anggota DPR RI memiliki Fungsi, Tugas, Hak dan Kewajiban yang tampak dalam
Pasal 69 ayat (1), (2), dan ayat (3) serta Pasal 70 ayat (1), (2), (3) UU MD3
Tahun 2014. Inti dari penjelasan tersebut ialah setiap Anggota DPR RI harus
melakukan pelaksanaan fungsi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Fungsi
DPR sesuai Pasal 70 ayat (3) UU MD3, berbunyi: Fungsi Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengawasan atas
pelaksanaan UU dan APBN.
Pasal
227 ayat (1) UU MD3 terkait Hak Pengawasan, berbunyi: Setiap anggota berhak
mengawasi pelaksanaan APBN dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, termasuk
di daerah pemilihannya.
Pasal
72 huruf g UU MD3, berbunyi: menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Pasal
80 huruf j UU MD3, berbunyi: mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan
daerah pemilihan.
Pasal
81 UU MD3 terkait kewajiban anggota DPR RI, huruf j, berbunyi: menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Huruf k, berbunyi:
memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di
daerah pemilihannya.
3. Setiap
Anggota DPR RI memiliki alat kelengkapan DPR yang disebut Komisi dan bertugas
dalam bidang pengawasan. Pasal 98 ayat (3) huruf a, berbunyi: melakukan pengawasan terhadap UU, termasuk
APBN serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya.
Dan, huruf d, berbunyi: melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
4. Setiap
anggota DPR RI terikat dengan hasil keputusan rapat. Pasal 98 ayat (6) UU MD3, berbunyi: keputusan
dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi
bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah. Salah satu hasil kesimpulan Rapat
Kerja (Raker) Komisi adalah terkait dengan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
tanggal 27 September 2010 dan 14 September 2012 yang telah diubah menjadi PIP.
Rapat tersebut menyimpulkan bahwa BSM/PIP dapat dilakukan dengan pendataan dan
perjuangan aspirasi yang mekanismenya dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 2. Mekanisme
Pengawasan dan Perjuangan Aspirasi BSM/PIP Anggota DPR RI (DPR RI, 2010)
Berdasarkan
Gambar di atas, maka mekanisme BSM/PIP dapat dilakukan oleh anggota DPR RI,
dengan cara:
- Mekanisme 1b: Pemangku kepentingan mengusulkan siswa calon penerima BSM/PIP ke Kementerian atas dasar siswa anak usia sekolah.
- Mekanisme 3b: Pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI) mengusulkan daftar calon penerima BSM/PIP ke Kemendikbud.
- Mekanisme 4: Kemendikbud membuat Surat Keputusan (SK) penerima BSM/PIP berdasarkan usulan dari pemangku kepentingan.
- Mekanisme 5b: Kemendikbud mengirimkan SK penerima ke pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI).
- Mekanisme 6: Pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI) menginformasikan ke siswa penerima BSM/PIP.
- Mekanisme 7b: siswa penerima BSM/PIP dari pemangku kepentingan (Anggota Komisi X DPR RI), melapor ke sekolah.
- Mekanisme 8: Sekolah memberitahukan ke siswa penerima BSM agar mencairkan dana BSM/PIP di lembaga penyalur.
- Mekanisme 9: siswa mencairkan BSM/PIP ke lembaga penyalur.
- Mekanisme 10: lembaga penyalur membuat rekapitulasi penyaluran dan melaporkannya ke Kemendikbud.
Untuk melaksanakan fungsi pengawasan DPR RI maka setiap
anggota DPR RI dapat melaksanakan dengan beberapa cara yang tidak bertentangan
dengan UU atau aturan lain. Surat pemberitahuan dan surat permohonan aspirasi
DPR RI merupakan langkah terbaik dalam melaksanakan tugas dan fungsi anggota
DPR RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di
atas.
Prinsip
Dasar Surat Pemberitahuan dan Permohonan Aspirasi BSM/PIP Anggota DPR RI
Mendukung peningkatan
kualitas manusia Indonesia, maka pemerintah mengalokasikan sejumlah besar dana
APBN untuk kepentingan perbaikan kualitas pendiikan. Usaha untuk memanusiakan
manusia melalui pendidikan didukung sepenuhnya oleh mitra pemerintah, yakni DPR
RI. Namun program pemerintah yang diputuskan melalui proses penetapan anggaran
di Gedung Rakyat (Gedung DPR RI) terindikasi disalahgunakan oleh oknum-oknum
tertentu untuk meraup keuntungan dana menjadi tindakan korupsi. Dugaan banyaknya uang negara yang
diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu menjadikan program yang baik ini tidak
berjalan semestinya. Apalagi jika program yang dijalankan jauh dari pengawasan
oleh rakyat maupun pemegang aspirasi (Haba Ora, 2013).
Untuk itu pengawasan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan
sehingga terciptanya check and balance
diantara pemberi layanan dan penerima layanan. Pengawasan (fungsi kontrol)
Anggota DPR RI sangat diperlukan mengingat banyaknya pengeluhan masyarakat
terkait dana-dana pemerintah yang tidak dinikmati, tidak diketahui, tidak
disampai ke tangan masyarakat karena lemahnya pengawasan, terutama dari anggota
DPR RI sebagai abdi masyarakat. Terdapat beberapa anggota DPR RI
dengan komitmen melaksanakan fungsi pengawasan secara akuntabilitas, persuasif,
edukasi, dan transparan (prinsip APET). Salah satu prinsip APET dilakukan oleh
Anggota DPR RI Jefri Riwu Kore (Jeriko) melalui inisiatif menerbitkan “Surat
Pemberitahuan dan Surat Aspirasi” sebagai metode pelaksanaan prinsip APET.
Tetapi beberapa sumber menganggap sebagai kesalahan prosedur yang dilakukan
oleh Anggota DPR RI. Sedangkan secara prosedural hukum, Anggota DPR RI memiliki
kewenangan dalam melakukan kinerja dengan tidak bertentangan dengan aturan yang
berlaku. Kesalahan berpikir skeptis beberapa sumber ini dapat dianggap sebagai
bentuk “Gagal Paham”. Berikut dikutip beberapa sumber yang dapat dianggap
sebagai sikap Gagal Paham:
1. “Walikota
Kupang Jonas Salean Adukan Kasus BSM Ke KPK”, judul berita Zonalinews.com (12
Maret 2015). Artinya, Walikota Kupang menganggap bahwa Dana BSM telah dikorupsi
oleh anggota Komisi X DPR RI. Sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pasal 6 huruf c, berbunyi: KPK
mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi. Artinya, KPK berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penututan hanya pada ‘terbatas khusus pada tindak pidana
korupsi”, jika: melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan
orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; mendapat perhatian yang
meresahkan masyarakat (seperti gratifikasi); dan/atau menyangkut kerugian
negara paling sedikit 1 milyar rupiah. Asumsi dugaan gagal paham ialah:
- Walikota Kupang dapat diduga belum mampu untuk memahami secara jernih peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Saputra (2014) menjelaskan bahwa sarjana hukum yang kompeten adalah ia yang memahami konsep materi dari materi-materi yang ia pelajari.
- Walikota Kupang diduga belum sepenuhnya memahami dan membedakan antara tugas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meteorika.com (2014) menyebutkan bahwa mungkin masih ada masyarakat yang sebenarnya belum sepenuhnya memahami apa itu legislatif hingga yudikatif.
- Walikota Kupang diduga tidak konsisten terhadap sumpahnya. Tulisan Utuh MJ Taedini dengan judul “Jonas-Jefri Saling Memberi Peneguhan”, dimana tertulis: Sementara itu, Walikota terpilih Jonas Salean mengatakan, sikap Jefri adalah sesuatu yang mulia bagi warga Kota Kupang. Ia (Jonas, Read) juga menyatakan siap memberikan data pendidikan secara terbuka kepada Jefri sebagai anggota DPR RI, karena kenyataan saat ini masih banyak masyarakat miskin di Kota Kupang”. Kenyataannya, Jeriko dilaporkan Walikota Kupang ke KPK. Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam suatu wawancara pernah mengatakan, “kita tidak usah memilih pemimpin yang suka ingkar janji (satunusanews.com).
2. “Subiantoro
Tolak Bantuan Jeriko” judul pemberitaan di Media Massa Kursor (Rabu,
11/12/2013). Asumsi dugaan gagal paham ialah karena tidak ingin menerima
bantuan sejenis dengan nama dan jumlah uang yang sama. Ternyata tulisan yang
tertera pada surat yang dianggap bantuan Jeriko oleh Kepsek SMK Negeri 1
Soe-TTS merupakan surat pemberitahuan kepada anak siswa bahwa nama anak yang
namanya tertera di surat pemberitahuan telah terdaftar dalam penerima BSM.
Surat yang dimaksud merupakan bentuk pengawasan anggota DPR RI Komisi
Pendidikan.
3. “Welly
M Dimoe Djami Kepala Sekolah SMA Sinar Pancasila menuding Jeriko sebagai Penipu
karena dianggap membeberkan data penerima bantuan dana pendidikan di sekolahnya
tidak sesuai dengan harapan dan keinginannya”, intisari pemberitaan Media
online “lintasntt.com (Minggu, 1/3/2015)”. Asumsi dugaan gagal paham adalah
Welly menganggap surat pemberitahuan Jeriko sebagai penipuan karena sesuai
surat keputusan yang diterbitkan oleh Kemendikbud yang diinformasikan ke siswa
berjumlah lebih dari 40 orang siswa di kelas 3 namun Welly menganggap hanya 7
siswa yang mendapatkan bantuan BSM tersebut. Seharusnya, informasi
pemberitahuan dari pihak Jeriko sebagai anggota DPR RI yang menyebutkan
terdapat lebih dari 40 siswa yang terdaftar sebagai penerima BSM namun hanya 7
siswa yang menerima hak dana BSM, sudah bisa menjadi bukti awal informasi
adanya dugaan penyalahgunaan dana BSM oleh oknum tertentu. Bayangkan jika tidak
ada pengawasan akurat dari DPR RI maka dapat dianggap akan banyak
penyalahgunaan keuangan yang menjadi hak dari siswa sekolah. Dugaan gagal paham
yang dimaksud ialah surat pemberitahuan DPR RI dianggap sebagai bentuk penipuan.
Oleh
karena itu perlu dijelaskan terkait dengan prinsip-prinsip pelaksanaan fungsi
pengawasan DPR RI dan terkait juga dengan prinsip-prinsip perjuangan aspirasi
anggota DPR RI dalam Program Indonesia Pintar (PIP).
1. Surat Pemberitahuan merupakan surat informasi kepada
siswa sasaran (termasuk kepada orang tua siswa) agar dapat mengetahui nama
siswa yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI adalah penerima
manfaat Program Indonesia Pintar (PIP).
2. Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI dimaksudkan untuk
pengawalan pelaksanaan Undang-Undang dan penggunaan APBN sehingga tepat sasaran
dan efektifitas kinerja legislatif dapat terlaksana maksimal.
3. Surat Pemberitahuan dapat menjadi “Senjata Ampuh”
dalam memangkas dugaan-dugaan penyalahgunaan penggunaan dana oleh oknum-oknum
pendidik.
4. Surat Pemberitahuan Anggota DPR RI merupakan metode
yang tepat dalam memantau, menolong, dan mendorong optimalisasi kinerja
pemerintah, terkhususnya untuk daerah-daerah dengan topografi sulit.
5. Terkait dengan pendataan aspirasi permohonan BSM/PIP
kepada Anggota DPR RI sangat membantu dalam optimalisasi penyerapan anggaran
BSM/PIP yang belum sepenuhnya berhasil. Beberapa dasar pikir tersebut,
diantaranya:
-
Kurang tersosialisasi dengan baik program
BSM/PIP ke lapangan atau stakeholders pendidikan maupun penerima manfaat BSM/PIP,
sehingga jarang lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah untuk memanfaatkan
program tersebut. Kondisi ini lebih tampak pada sekolah-sekolah daerah
terisolir maupun terpencil.
-
Tidak semua siswa memiliki kesempatan
tertentu untuk memanfaatkan program tersebut dikarenakan alasan kuota,
kepentingan politik, diskriminasi terhadap siswa tertentu untuk akses layanan
program BSM/PIP, dan lain sebagainya sebagai penunjang kesempatan siswa
mendapatkan program tersebut. Terdapat beberapa sekolah yang sengaja tidak memasukkan anak tertentu
dengan alasan perbedaan latar belakang dan tinjauan unsur SARA lainnya.
-
Informasi penarikan/pencairan dana BSM/PIP
yang terlambat dari lembaga penyalur menyebabkan banyak anggaran BSM/PIP yang
dikembalikan ke kas negara sehingga program BSM/PIP ini tidak terimplementasi
secara maksimal. Sesuai ketentuan Juknis, anggaran yang disediakan dalam
program BSM hanya diakses ke lembaga penyalur paling lambat 3 bulan setelah
siswa penerima manfaat di SK-kan. Perbedaan topografi dan letak geografis
daerah-daerah di Indonesia yang sulit menyebabkan informasi pencairan dana BSM
menjadi kadarluarsa karena telah melewati waktu yang ditentukan Juknis.
Dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa
tujuan seseorang atau suatu organisasi menulis surat adalah untuk menyampaikan
informasi; menyampaikan maksud dan tujuan sesuai dengan isi hati penulis,
memperlancar arus komunikasi sehingga informasi yang diterima jelas dan tidak
salah tafsir; dan menghemat waktu, tenaga, dan biaya dampak dari tidak langsung
bertemu dengan pihak yang dituju.
Penutup
Pengawasan anggota DPR RI dalam implementasi Program
Indonesia Pintar (PIP) melalui surat pendataan dan pemberitahuan telah sesuai
prosedur hukum yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Mekanisme perjuangan anggota DPR RI untuk kuota anak
usia sekolah mendapatkan bantuan dana pendidikan melalui jalur PIP terdapat
dalam Hasil Keputusan Rapat Kerja Menteri Pendidikan dengan Komisi X DPR RI,
dimana setiap anggota DPR RI memiliki kewenangan untuk memperjuangkan anak usia
sekolah mendapatkan bantuan dana pendidikan PIP.
Referensi.
Buku
Kelsen, H. 2009. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara.
Nusa Media Press. Bandung.
Kemendikbud RI. 2015. Kilasan Setahun Kinerja
Kemendikbud RI: Membentuk Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang
Berkarakter.
Mardiasmo. 2001. Pengawasan, Pengendalian, dan
Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Penerbit Andi. Jogjakarta.
Nurcholis, H. Teori dan Praktik Pemerintahan dan
Otonomi Daerah. Cetakan Kedua. Gramedia Widiasarna Indonesia Press. Jakarta.
Artikel
Baswedan, A. 2015. Penjelasan Umum Program Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Bahan Rapat Kerja Kemendikbud dengan Komisi X DPR
RI. 10 Juni 2015.
Meteorika. 2014. Pengertian Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif. {http://www.meteorika.com/2014/07/pengertian-legislatif-eksekutif-yudikatif-dan-fungsinya.html#ixzz3zE6zR3up}. Akses tanggal 9 Januari 2016.
Saputra. 2014. Tips Belajar Hukum.
{http://saputra.blog.uns.ac.id/tips-belajar-hukum/}. Akses 9 Januari 2016.
Taedini, U. MJ. 2012. Jonas Jefri Saling Memberi
Peneguhan. {http://www.utuhtaedini.com/jonas-jefri-saling-memberi-peneguhan/}.
Akses 9 Januari 2016.
Berita Internet
“Panduan Pelaksanaan Bantuan Siswa Miskin (BSM) APBNP
Tahun 2013”. Kemendikbud Tahun 2013.
“Petunjuk Teknis Bantuan Siswa Miskin (BSM) Sekolah
Menengah Atas (SMA) Tahun 2014”. Direktorat Pembinaan SMA. Dirjen Pendidikan
Menengah. Kemendikbud Tahun 2014.
“Ini Jawaban
Jefri Riwu Kore Atas Tuduhan Penipuan”.
{http://www.lintasntt.com/ini-jawaban-jefri-riwu-kore-atas-tuduhan-penipuan/}.
Akses tanggal 9 Januari 2016.
Jonas Salean Adukan Kasus BSM Ke KPK.
{http://www.zonalinenews.com/2015/03/jonas-salean-adukan-kasus-bsm-ke-kpk/}.
Akses tanggal 10 Januari 2016.
“JK: Ngga Usah Dipilih Lagi Kalo Pemimpin Suka Ingkar
Janji”. {www.satunusanews.com}. Akses tanggal 8 Januari 2016.
Peraturan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12
Tahun 2015 Tentang Program Indonesia Pintar (PIP).
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.