SELAMAT MEMBACA

Thursday 31 March 2016

MAKALAH SEMINAR: REVITALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA



Oleh: DR. Jefri Riwu Kore, MM., MH[1]
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Periode 2014-2019


Pendahuluan
Di tinjau dari history empiris maka dapat dikatakan jika Pancasila lahir dari bumi Indonesia. Pancasila merupakan embrio yang berkembang dari akumulasi berbagai nilai dari semangat pluralitas budaya yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila adalah gambaran miniatur bangsa Indonesia sehingga tanpa Pancasila maka negara kita mungkin saja tidak dapat eksis sampai saat ini. Oleh karena itu Pancasila secara ilmiah lahir dari kajian hukum kausalitas (sebab-akibat).
Berdasarkan uraian di atas maka diketahui jika Pancasila merupakan falsafah dan/atau pedoman hidup bangsa Indonesia yang terbit dari pijakan bumi pertiwi dan telah diyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya berlaku dalam hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pancasila juga sebagai landasan moral bangsa yang mengisyaratkan bahwa pencapaian cita-cita nasional harus berpegangan pada nilai luhur yang dikandung dalam Pancasila agar tidak menyimpang dalam pencapaian tujuan bangsa untuk mensejahterahkan rakyat, sehingga proses pembangunan tidak saja mendatangkan kemakmuran namun juga adanya jaminan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu seantero masyarakat Indonesia harus berpartisipasi aktif dalam setiap proses pembangunan sehingga masyarakat pun merasa memiliki dan menjaga hasil pembangunan.
Esensi negara yang berpedoman pada Pancasila sebagai falsafah dan pedoman bangsa maka segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan di dalamnya harus taat berdasarkan atas hukum.
Namun jika ditinjau dari fenomena masa kini akibat majunya zaman dan munculnya berbagai pengaruh negative dari globalisasi membuat tingkat pemahaman maupun cara pandang masyarakat terhadap Pancasila hanya sebatas pada tataran teori saja sementara dalam praktisnya di masyarakat berbangsa dan bernegara terjadi anomali bahwa nilai-nilai Pancasila belum dapat diamalkan sepenuhnya. Hal tersebut dapat dicermati dari akhlak perilaku masyarakat yang berbangsa dan bernegara mengalami degradasi sikap dan memunculkan sikap rendah perhatian terhadap eksistensi nilai Pancasila.

Nilai-Nilai Dasar Pancasila
Defenisi nilai dalam kamus Sosiologi dan Ilmu Hubungan Keilmuan (Dictionary of Sociology and Related Sciences) merupakan kemampuan yang dipercaya yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Oleh karena itu nilai menjadi hakekat sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek (bukan objek itu sendiri) seperti bunga itu indah, perbuatan itu susila,. Kata indah dan susila merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan.
Sama artinya jika pijakan falsafah negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai sehingga sila-sila tersebut pada hakekatnya menjadi suatu kesatuan. Meskipun diantara sila yang satu dengan sila yang lain berbeda tetapi kesemuanya merupakan kesatuan yang sistematis.
Berikut ini dijelaskan sila-sila dalam Pacasila, yakni:

1.  Sila KeTuhan Yang Maha Esa.
Sila ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya, Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebgai penjawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu segal hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaran negara bahkan moral negara, moral penyelenggaran negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan HAM harus dijiwai nilai-nilai keTuhan Yang maha Esa.

2.  Sila Kemanusian yang adil dan beradab
Sila ini secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam Sila Kemanusian terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab, oleh karena itu dalam kehidupan keneegaraan terutama dalam perauran perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama HAM harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan.Kemanusian yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani dala hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya, baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun lingkungannya. Nilai kemanusuian yang beradab adalah perwujudn nilai kemanusiaan sebagai mahkluk yang berbudaya bermoral dan beragama. Dalam kehidupan bernegara harus senantiasa dilandasai oleh moral kemansusiaan antar lain dala kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya pertahanan dan kemanan serta dalam kehidupan keagamaan.

3.  Sila Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan dengan sila keempat sila lainnyakarena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan Indoensia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antaravelemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras,kelompok,golongan maupun kelompok, golongan maupun kelompok. Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam ttapi satui, mengikatkan diri dalam persatuanyang dilukiskan dalam seloka Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menuntungkan yakni persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.

4.  Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan? perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indoensia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Nilai flosofis yan terkandung di dalamnya adalah bahwa hakekat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu yangt bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari dan oleh rakyat, oleh karena itu rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kerakyatan di antarnya adalah:
a)  Adanya kebebasan yang disertai dengan tanggungjawab terhadap masyarakat bangsa maupun moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b)  Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c)  Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama

5.  Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indoensia
Nilai yang terkandung antara lain perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi seluruh bangsa Indonesia, keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan pertahanan keamanan nasional (Ipoleksosbudhankamnas), cita-cita masyarakat adil makmur, material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, dan cinta akan kemajuan dan pembangunan. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan  IV.
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Setiap bangsa Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup. Segala usaha diarahkan untuk menggali potensi rakyat, membangun perwatakan sehingga bisa meningkatan kualitas rakyat. Dengan demikian kesejahteraan yang meratapun bisa tercapai.

Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Semua dampak euphoria reformasi yang kita hadapi saat ini, perlu disikapi oleh segenap komponen bangsa melalui pemahaman yang benar, utuh dan menyeluruh dalam konteks semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Semangat tersebut merupakan kata kunci dari aktualisasi dan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila yang harus terus ditumbuh kembangkan oleh generasi penerus. Seluruh komponen bangsa harus mampu menyikapi berbagai permasalahan, perbedaan dan kemajemukan dengan berpedoman pada Empat Pilar/Visi Negara yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Seluruh anak bangsa harus proaktif untuk menciptakan, membina, mengembangkan dan memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa yang kerap menghadapi potensi perpecahan. Generasi penerus harus mampu menghidupkan kembali sikap dan budaya gotong royong, silahturahmi dan musyawarah untuk mufakat yang hakikinya merupakan ciri bangsa Indonesia sejak dulu.
Primodialisme, masalah SARA, masalah ketidakadilan, masalah korupsi dan kesenjangan sosial ekonomi secara bertahap harus dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Hal ini perlu ditegaskan, mengingat hal tersebut dapat menjadi titik retak rasa persatuan dan kesatuan bangsa bila tidak dapat ditemukan solusi pemecahan masalahnya. Oleh karena itu, masyarakat harus mampu mempelopori untuk memahami, menghayati dan mengimplementasikan nilai – nilai Pancasila dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai daya tangkal terhadap berbagai potensi yang mengancam keutuhan NKRI.
Sebagai rangkaian upaya yang terstruktur pada tataran operasional akan bersifat praktis implementatif, keterlibatan seluruh aspek sosial dapat menghasilkan peraturan perundangan yang memperkuat upaya-upaya revitalisasi Pancasila secara demokratis dan bermartabat. Upaya yang bersifat praktis ditujukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan seperti pendidikan, penyuluhan dengan melibatkan peran aktif dari seluruh golongan. Salah satunya dengan adanya kurikulum mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan mengingat lembaga pendidikan merupakan ujung tombak pembentukan watak dan karakter bangsa, khususnya generasi muda yang efektif.
Satu hal penting dan mendasar yang perlu dikembangkan adalah teladan secara nyata. Teladan merupakan kata kunci dan kekuatan moral yang akan menentukan berhasil tidaknya upaya revitalisasi nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan kebangsaan yang dilakukan. Tujuan pendidikan nasional tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan: ”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pernyataan-pernyataan diatas tampak jelas bahwa pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta sosial budaya.
Upaya untuk merevitalisasikan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu ada upaya agar tingkat degradisasi dapat dikendali dengan cara menghidupkan atau menggiatkan kembali menanamkan nilai-nilai Pancasila. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya:
1.  Peningkatan Perhatian Masyarakat Terhadap Nilai-Nilai Pancasila.
Dalam menghalau dampak negatif berkembangnya berbagai ideologi negara lain termasuk kuatnya pengaruh ideologi leluhur ditengah-tengah masyarakat, maka perhatian masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila harus kembali dapat ditingkatkan melalui serangkaian upaya dan kegiatan sebagai berikut:
a)  Mengunggah dan mensosialisasikan secara terus menerus eksistensi dan keberadaan ideologi Pancasila sebagai pemersatu untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme dikalangan pemimpin politik, pengusaha, pemuda dan tokoh-tokoh agama.
b)  Meningkatkan filter/saringan masyarakat terhadap eksistensi ideologi kapitalis dan liberalis yang mencoba untuk memecah belah Indonesia disemua aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.
c)  Meningkatkan intensitas pemberian materi pelajaran pendidikan Pendidikan Pancasila seperti Pendidikan Moral Pancasila pada tataran teori maupun praktek kepada para siswa/mahasiswa pada semua jenjang pendidikan. Pengemasan materi pelajaran tersebut harus ditampilkan semenarik mungkin dan menghindari kesan adanya doktrinasi sebagaimana pernah terjadi pada masa lalu.
d)  Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 27-29 Mei 2011 dengan 12.056 responden lewat mewawancarai/tatap muka kepada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, pengusaha, tokoh masyarakat, TNI, Polri, dan lainnya yang di 181 kabupaten/kota di 33 provinsi. Pada survei itu diajukan pertanyaan “Bagaimana cara yang tepat untuk memahami Pancasila?” Hasilnya, 30 persen melalui pendidikan, 19 persen melalui teladan dari pejabat negara dan pemerintah, 14 persen melalui teladan dari tokoh masyarakat, 12 persen melalui media massa, dan 10 persen melalui ceramah keagamaan.Ketika ditanya siapa yang paling tepat melakukan edukasi dan sosialisasi Pancasila, 43 persen responden menyatakan para guru dan dosen, 28 persen tokoh masyarakat dan pemuka agama, 20 persen badan khusus pemerintah seperti BP 7, dan 3 persen responden memilih elite politik.

2.  Penyamaan Interpretasi Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila.
Kenyataan saat ini, dimana interpretasi masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila seringkali terdapat perbedaan kerap menimbulkan adanya kesalahan dalam penafsiran penjabaran dari suatu sila, sehingga timbul benturan antar masyarakat yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, guna menghindari hal tersebut, maka diperlukan adanya penyamaan interpretasi pemahaman nilai-nilai Pancasila yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan sebagai berikut
a)  Sosialisasi nilai-nilai Pancasila dengan memanfaatkan tokoh masyarakat. Upaya sosialisasi ini dapat dilakukan oleh jajaran pemerintah setempat, anggota DPRD, serta aparat TNI atau Polri;
b)  Pengkajian terhadap kondisi penghayatan nilai-nilai Pancasila. Upaya ini dapat dilakukan oleh jajaran pemerintahan setempat dengan melibatkan kalangan akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Pengkajian dilakukan terhadap nilai-nilai Pancasila beserta relevansinya terhadap berbagai perkembangan yang terjadi;
c)  Pemerintah melalui Kemendagri dan Kemendiknas merumuskan kebijaksanaan dan program penyusunan buku pedoman/arahan umum implementasi nilai-nilai Pancasila dan menjadikan buku tersebut sebagai bahan bacaan wajib bagi seluruh aparatur penyelenggara negara di berbagai instansi pemerintah, kalangan swasta maupun dunia pendidikan;
d)  Pemerintah melalui Kemendiknas menyusun seperangkat kebijakan dan program penataan kurikulum pendidikan materi Pancasila dengan mengacu pada buku pedoman/arahan umum implementasi nilai-nilai Pancasila, sehingga ada kesamaan dan kesinambungan dalam interpretasi nila-nilai Pancasila dari Pusat sampai ke daerah;

3.  Penataan Kelembagaan Formal Terstruktur Sebagai Pengawas Dan Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila Secara Formal.
Kelembagaan formal terstruktur yang diterapkan secara terstruktur/melembaga, maupun melalui sistem pendidikan nasional yang menyangkut program membudayakan dan memasyarakatkan Pancasila di berbagai lingkungan organisasi kemasyarakatan maupun lingkungan pendidikan dapat terbentuk, sehingga dapat terwujud lembaga yang mengawasi, mengembangkan Pancasila secara formal. Untuk itu diperlukan adanya berbagai upaya sebagai berikut:
a)  Pemerintah/Pemda bekerjasama dengan kalangan akademisi merumuskan kebijakan pembentukan Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai
b)  Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas, tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan kepada Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila sebagai tersebut diatas. Agar lembaga ini memiliki dasar, pedoman dan payung hukum memadai dalam menjalan tugas dan fungsinya;
c)  Pemerintah/Pemda meningkatkan komunikasi, koordinasi dan kerjasama dalam merumuskan berbagai aturan mengenai mekanisme kerja Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
d)  Pemerintah/Pemda melaksanakan sosialisasi secara menyeluruh mengenai keberadaan Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila.
Pendidikan, merupakan cara yang ampuh untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila yang kini terindikasi sudah mulai dilupakan. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia sudah mulai terkikis. Oleh sebab itu, untuk membangkitkan semangat nilai-nilai yang ada dalam Pancasila diperlukan pengaplikasian sejak dini. Untuk itu, pendidikan karakter yang akan diaplikasikan pemerintah sangat diperlukan agar Pancasila tidak hanya jadi sekedar omongan tapi juga diaplikasikan.
Sebaiknya pengamalan nilai-nilai pancasila haru selalu di pegang teguh oleh peserta didik di sulawesi tengara dalam menghadapi tantangan era globalisasi. Salah satu benteng yang paling ampuh adalah dengan memahami nilai-nilai pancasila sehingga bisa di aplikasikan. Peranan guru juga sangat di butuhkan dalam membimbing anak didik. Selain itu, pancasila  diajarkan pengamalannya di rumah oleh orang tua karena pendidikan bukan sepenuhnya tanggung jawab sekolah. Pengamalan nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama harus diajarkan mulai dari tingkat keluarga karena siswa menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah bersama keluarga.

Penutup
Harus diakui secara jujur, era reformasi yang membawa semangat perubahan dan keterbukaan telah membawa banyak perubahan positif maupun negatif bagi kehidupan nasional. Keterbukaan dan kebebasan individu yang merupakan ciri demokrasi barat semakin mendominasi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa. Semangat gotong royong yang merupakan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Pancasila, mulai dikesampingkan dan diabaikan. Tata nilai baru yang belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh bangsa Indonesia telah mengakibatkan disharmonisasi hubungan vertikal maupun horisontal di antara masyarakat Indonesia yang majemuk.
Berbagai permasalahan bangsa yang terjadi akhir – akhir ini, disebabkan semakin lunturnya toleransi atas perbedaan dan kemajemukan di antara komponen bangsa. Permasalahan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan melemahkan sendi – sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa dalam susunan Supra struktur, Infra struktur dan Sub struktur politik harus mampu membangun kembali komunikasi yang baik agar dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



[1] Disampaikan dalam acara Seminar Daerah Fraksi Partai Demokrat MPR RI hari Senin tanggal 15 Juni 2015 di Universitas Negeri Lampung, Sumatera.

TRANSLATE: