SELAMAT MEMBACA

Tuesday 2 July 2013

POLITIK BALAS JASA DALAM MUTASI



Harapan atau Politik Balas Jasa?
(Mutasi Pejabat di Pemkot Kupang)
Oleh. Ian Haba Ora

Pemkot ‘Geser’ Puluhan Pejabat, begitu judul pemberitaan Surat Kabar Harian (SKH) Timor Express, Sabtu (14/8/2010). Gerbong mutasi bergerak, rolling dan promosi, Jumat (13/8/2010), bertempat di Aula Sasando lantai tiga balaikota. Walikota Kupang, Daniel Adoe melantik dan mengangkat sumpah sedikitnya 26 orang pejabat eselon II, III dan IV lingkup Pemkot Kupang. Dalam mutasi tersebut, sejumlah pejabat dirolling menempati jabatan dengan pangkat dan golongan yang sama, sedangkan ada yang justeru dipromosi. Saat itu, Walikota menegaskan pelantikan itu sebagai upaya menjawab tuntutan kebutuhan organisasi sekaligus memberikan penyegaran dan semangat serta gairah kerja kepada para pejabat untuk mencapai hasil yang optimal.

Gerbong Mutasi, Menjawab Tuntutan Kebutuhan Organisasi
Adanya pemekaran beberapa Kelurahan dan Kecamatan di Kota Kupang seperti Kecamatan Kota Lama, Kecamatan Kota Raja, Kelurahan Bakunase II, dan Kelurahan Penkase, secara kausalitas mendorong akselerasi tuntutan organisasi pengejewantahan dinamika birokrasi dalam penataan good governance dan pendekatan pelayanan kemasyarakatan, perlulah melakukan terobosan-terobosan. Untuk menata dan menjawab kebutuhan organisasi maka ditempatkan penjabat/pejabat dalam menjalankan roda organisasi haruslah menempatkan orang-orang yang memiliki kemampuan yang kredibel dan akuntabel sehingga loyal dalam tugas dan berdedikasi apalagi alasan pemekaran ini adalah untuk mendekatkan wilayah pemerintahan pada masyarakat.

Penempatan penjabat/pejabat dalam menjalankan roda organisasi haruslah tidak asal-asalan tetapi lebih ditekankan pada spirit atau semangat kerja untuk melayani masyarakat, sehingga animo publik adanya politik balas jasa makin laun tak terbuktikan dengan prestise yang ditunjukkan. Sisilain sebagai Kepala Daerah haruslah mengetahui track record penjabat/pejabat yang akan menempati jabatan-jabatan struktural sehingga nantinya tidaklah jabatan itu hanya menjadi suatu fiksi kekuasaan belaka. Gerbong mutasi dapat dicermati sebagai harapan baru dalam mendinamikai pelayanan pada masyarakat agar lebih baik, dan berbeda dengan pandangan asal ada jabatan yang lowong harus diisi walaupun tidak kredibel dan kompeten.

Mengapa demikian? Lantaran telah beberapa kali dilakukan roling dan mutasi namun masih ada saja pejabat yang masih memandang roling dan mutasi sebagai kerjaan dan jabatan yang memang harus dimiliki karena berdasarkan golongan dan kepangkatan memenuhi syarat tanpa disadari bahwa itu merupakan berkat dan tanggung jawab sebagai abdi nengara, sehingga yang terjadi adalah roling dan mutasi yang ada bukanlah pemberian sebuah tanggung jawab dan prestise melainkan sebagai wujud menjawab tuntutan kebutuhan organisasi meskipun tidak kredibel dan kompeten.

Gerbong Mutasi, Penyegaran dan Gairah Kerja Bagi Pejabat
Dalam penataan sebuah organisasi tidak dapat disangkali bahwa perlu adanya penyegaran. Penyegaran yang dimaksudkan adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dalam tatapemerintahan. Namun kondisi ini janganlah menjadi alasan utama jika gerbong mutasi dan roling sebagai penyegaran dan gairah kerja bagi pejabat yang  malas dan tidak memberikan kualitas kerja yang baik sebagai pranata birokrasi, dan harus diganti sehingga tidaklah menjadi momok yang baru pada wilayah kerja dan tugas yang baru, apalagi jika si pejabat/penjabat pernah berbuat hal-hal yang mencemarkan nama baik pemerintah atau pernah dicekalkan masyarakat karena kepemimpinannya. Sehingga penyegaran dan gairah kerja bagi pejabat bukanlah alasan untuk tetap mempertahankan kepemimpinan atau membagi-bagi jabatan tetapi lebih menelisik karena kemampuannya.

Gerbong Mutasi, Mencapai Hasil yang Optimal
Inti dalam sebuah gerbong mutasi pejabat dalam sebuah pranata birokrasi adalah untuk mencapai hasil yang optimal maka pemimpin merupakan sosok penting dibalik kesuksesan lembaga, baik lembaga publik maupun privat. Indikator kesuksesan dapat diukur melalui performance semua stakeholder lembaga dalam rangka mewujudkan tujuan dan harapan yang sudah ditentukan. Pemimpin dan aparat berada didua keping mata uang yang sama. Dalam kerangka lembaga publik, kinerja aparat tidak dapat dipisahkan dengan peran serta birokrasi.

Dengan demikian apapun yang dilakukan dalam mencapai sesuatu pranata birokrasi yang baik adalah dengan menempatkan orang-orang/leadership yang berkompeten dalam menata birokrasi dan pranata organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Jangan untuk membalas jasa politik bagi pejabat maupun kedekatan emosional anatara pemberi jabatan dan penerima jabatan yang pada akhirnya tidak memberikan hasil kinerja yang berprestise tetapi hasil kinerja yang buruk dan menciderai good governance.

Gerbong Mutasi, Berkat dan Harapan
Menelisik pada mutasi atau roling yang terjadi beberapa waktu di Pemerintah Kota Kupang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Maa’rif (2009) menjelaskan ada beberapa hal yang perlu dicermati, yakni:

Pertama, leadership yaitu orang yang mempunyai integritas/kepribadian. Ditinjau dari sudut leadership mencakup 11 asas antara lain, ketaqwaan yang berarti bagaimana seseorang akan berbicara baik apabila memiliki pemahaman agama yang baik, seorang pemimpin harus mempunyai agama yang baik. Asas lain menganut paham “Ing Ngarso Sing Tulodo (seorang pemimpin berada didepan atau ditengah harus bisa memberi contoh)”. Ing Madya Manguni Karso Tut Wuri Handayani yang mempunyai pengertian bahwa pemimpin juga bisa mengawasi dari belakang. Mendahulukan kepentingan yang lebih besar, prasojo atau bersahaja, loyal atau setia kepada bawahan. Dengan begitu pemimpin yang loyal pada bawahan. Kesetiaan juga harus dapat ditunjukkan dari bawahan kepada atasan. Keduanya harus bisa sejalan seiring memberikan loyalitas. Syarat lain dalam leadership yaitu hemat dan teliti yang berarti tidak sembrono. Seorang pemimpin harus mempunyai penilaian yang baik, jangan sampai salah dalam memberikan penilaian. Pemimpin juga harus terbuka dan transparan, dan juga harus legowo menerima dengan lapang dada  apa yang terjadi.

Kedua, Pemimpin juga harus memiliki kemampuan terutama aspek manajerial. Bagaimana seorang pemimpin dapat memanage organisasi dengan baik apabila tidak memiliki kemampuan itu. Pada masa kerajaan dahulu, seorang raja juga membutuhkan kemampuan ini yang ditopang dengan kharisma. Tetapi pada masa modern ini kemampuan manajerial betul-betul diperlukan seperti how to plan, organize, to act, dan to control. Setiap langkah harus ada perencanaan, setiap perencanaan perlu ada pengorganisasian misalnya dalam pengorganisasian anggaran, pengorganisasian waktu dan individu, kemudian menghasilkan suatu tindakan. Pada masa reformasi birokrasi tidaklah cukup hanya tindakan tetapi juga harus ada kontrol dalam hal pengawasan. Seorang pegawai yang bekerja harus ada kontrol dari atasan sehingga tidak bekerja semaunya dan terima gaji buta.

Ketiga, pemimpin harus punya “nilai juang”. Nilai juang terdiri dari empat unsur yaitu rela berkorban seperti memberikan waktu untuk pendekatan pada masyaraat karena pimpinan harus menyadari akan loyalitasnya kepada bawahan dan pelayanannya pada rakyat. Tidak kenal menyerah menjadi bagian unsur nilai juang sebagai contoh apabila sudah berjanji haruslah ditepati sebagaimana menempati janji. Tidak ada kata tidak meski terdapat kendala dalam kondisi lain atau hal yang lain karena sudah mengikat perjanjian dengan orang lain. Unsur lain yaitu percaya kepada diri sendiri atau self confidence, tenang dalam menghadapi apapun. Perlu disampaikan pemimpin jangan terlalu over confidence karena itu juga tidak baik.

Unsur terakhir yaitu yakin terhadap perjuangan kebenaran organisasi. Pemimpin harus tahu berjuang untuk apa, siapa, dan bagaimana pelayanan terhadap masyarakat sudah berjalan dengan baik? Mampuhkah pemimpin mengayomi masyarakat hingga sejauhmana tingkat kesejateraan, barapa gaji yang diperolehnya.

Keempat, Pemimpin juga harus professional. Ini merupakan tuntutan perkembangan jaman. Misalnya saja dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dituntut professionalisme misalnya harus mengetahui kemampuan manajerial, dan kemampuan mengayomi dan lain sebagainya. Begitu juga apabila masuk dalam suatu tugas yang baru harus menyadari jabatan apa yang dimasuki dan tujuannya, jangan sampai hanya asal masuk saja.

Menggulirkan Reformasi Birokrasi
Sekarang ini telah terjadi miss management. Seseorang mendapatkan jabatan karena sesuatu atau kedekatan bukan karena profesionalisme. Apabila yang bersangkutan professional maka tidak menjadi masalah namun sebaliknya apabila tidak professional maka kinerjanya tidak baik sehingga menimbulkan korupsi.

Reformasi birokrasi tidak hanya dari satu titik saja, tapi harus berjalan secara komprehensif. Reformasi birokrasi harus punya tata laksana yang efektif, efisien, produktifitas yang baik agar mekanisme berjalan. Untuk memastikan program berjalan harus ada penempatan The right man/woman in the right place. Disana terdapat sistem termasuk didalamnya sistem karier. Apabila terjadi kelebihan orang/personil maka yang bersangkutan serta merta dibuang karena masih memiliki jasa lain yang bisa dimanfaatkan lembaga. Sebagai contoh dalam sebuah institusi terdapat 30 ribu orang yang dinilai kurang professional padahal pada saat bersamaan institusi tersebut membutuhkan 40 ribu orang. Institusi tersebut bisa melakukan training dan pelatihan agar orang yang bersangkutan dapat meningkatkan kemampuannya.

Reformasi Birokrasi Terkait Erat dengan Good Governance
Dari berbagai pemahaman mengenai good governance, secara umum good governance memiliki beberapa karakteristik yaitu pelayanan publik yang prima, efektif, dan efisien. Akuntabilitas institusi publik, transparansi dalam berbagai pengambilan keputusan publik, jaminan keadilan, penegakan hukum, dan sistem yudisial yang bebas, partisipasi masyarakat dalam berbagai kesempatan yang terbuka, responsif, dan kesetaraan. Penghormatan atas hukum dan hak asasi manusia disemua tingkat pemerintahan, dan penegakannya, sistem pengawasan (auditor) publik yang independen, pertanggungjawaban terhadap lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat, struktur kelembagaan yang pluralistik, dan pers yang bebas.

Keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi terletak pada beberapa faktor kunci antara lain Kemauan dan komitmen politik. Kemauan politik (political will) dan komitmen politik (political commitment) yang kuat mulai dari pimpinan tertinggi sampai pada pimpinan yang terbawa, kesamaan persepsi dan tujuan, konsistensi dan kesinambungan ketersediaan anggaran, dukungan masyarakat, dan dimulai dari diri sendiri.

Sebenarnya, faktor kepemimpinan itu penting bukan hanya untuk lembaga negara tetapi pada semua pekerjaan yang membutuhkan koordinasi, haruslah ada pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang mewujudkan kenyataan yang ingin dicapai suatu organisasi.

Kriteria pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki kredibilitas, intinya terdiri dari lima unsur, Convictio, Character, Courage, Composure, dan Competence adalah keahlian, ketrampilan dan profesionalitas. Lima unsur diatas untuk menjawab berbagai tantangan pada masa mendatang. Perlu diketahui keberhasilan pemimpin tidak lepas dari kemampuan para pengikutnya, followers. Guna mendukung tugas pemimpin maka perlu pengembangan SDM dan reformasi birokrasi internal lembaga. Jika ini tak mampu ditunjukkan maka sebagai Kepala Daerah harus berani memberikan impeachment dan reward. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Timor Express, tanggal 26 Agustus 2010).


-------------------------------
Penulis: Staf SATPOL PP Kota Kupang

TRANSLATE: