SELAMAT MEMBACA

Tuesday, 5 November 2013

PERSUASIf SATPOL PP KOTA KUPANG vs PARTAI DEMOKRAT NTT



SATPOLPP KOTA KUPANG vs DPD PARTAI DEMOKRAT PROVINSI NTT
(Pentingnya Adat Ketimuran/Kearifan Lokal)
Oleh. Ian Haba Ora)*
Ketua Task Force Team SSR NTT

Pemberitaan akan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (SatpolPP) Kota Kupang, kian laun membahana citra baik persuasif dan anti represif. Nampak tak kala sering terlibatnya institusi ini dalam pergerakan sosial dan kemanusiaan, dari aktif dalam pemantauan pelaksanaan dan penegakan Perda dan Peraturan Walikota, juga eksis dalam kerja-kerja sosial seperti membantu membersikan got-got tersumbat, membersikan puing-puing reruntuhan rumah-rumah yang terhantam angin puting beliung, tanah longsor dan kegiatan amal lainnya.

Walaupun ini merupakan setitik susu dalam gumpalan racun, tapi cukup memberikan warna akan citra positif yang perlu dicontohi oleh institusi SatpolPP lain. Meskipun tidak terwakilkan secara seantero NKRI lantaran pengaturan kinerja peraturan perundangan-undangan bahwa institusi ini berbeda secara otonomi daerah, cukup representatif dengan kinerja-kinerja jauh dari represif dan komunikasi koersif.

Pernah sekali dalam pemberitaan, Kasat PolPP Kota Kupang dalam penanganan pengusuran perumahan warga penyabotase lahan milik Pemkot Kupang di tahun 2010 (versi Pemerintah), Kasat PolPP mewanti-wanti anggotanya untuk tidak melakukan kekerasan dan tindakan represif lainnya. “Saya bersedia mati untuk tugas ini, tapi saya mohon tidak ada tindakan apapun sebelum mendapat perintah dari saya, mereka itu (warga) adalah keluarga kita, kita bantu mereka untuk direlokasi ditempat yang lebih aman. Meskipun pada akhirnya timbul pro kontra dalam keputusan Walikota tersebut, namun Kasat PolPP Kota Kupang memiliki andil penting dalam negosiasi mencari wind-wind solution, pada akhirnya dinilai kalangan LSM dan civil society sebagai tindakan propoor (kerakyatan), walaupun tidak terintegrasi. Pernah sekali saat wawancara dengan penulis, AA Dumul (Sapaan Karibnya), bersedia meletakkan jabatannya jika dinilai gagal dalam mencari alternatif nilai luhur HAM karena menurutnya banyak aturan perundangan Pemerintah yang mengebiri hak-hak rakyat dan yang lebih parah adalah sering melangkahi nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Kisah lain, sesuai dengan perintah Perda Kota Kupang Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pengaturan Tempat Usaha dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Kota Kupang, Pasal 2 ayat (2) menegaskan para pedagang kaki lima wajib untuk tidak berusaha atau berdagang di badan jalan, drainase, emperan toko, trotoar, halte, terminal, tempat parkir dan tempat-tempat yang tidak ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Namun, kenyataannya paradoksal dengan realitas yang ada. Dari sekian banyak PKL yang beraktivitas dalam usaha perdagangan, melakukan aktivitas diatas badan jalan, drainase, emperan toko, trotoar, halte, terminal, tempat parkir dan tempat-tempat yang tidak ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Ironis memang jika akan ditertibkan.

Satu hal menjadi perhatian adalah apapun yang dilakukan oleh PKL tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup sehari-hari, makan dan minum menjadi ihwal utama. Dilematis dalam nurani seorang Dumul untuk menilai secara moral dan nilai-nilai estetik. Guna menetralkan antara ketegasan Perda dan nurani, melalui institusi SatpolPP mengumpulkan PKL-PKL Kota Kupang untuk menata sendiri aktivitasnya dengan tanpa bertentangan dengan Perda. Akhirnya, PKL-PKL tersebut dengan sendirinya menertibkan diri mereka guna beraktivitas dalam berdagang. Pendekatan persuasif ternyata memberi nilai tambah dalam kinerja SatpolPP tanpa kekerasan.

Contoh lain, institusi ini juga melakukan pemantauan dalam illegal mining batu mangan sesuai dengan perintah Walikota Kupang, dan dari beberapa kasus penahanan mangan sudah di P-21 kan oleh Kepolisian. Ini sebagai tanggung jawab institusi ini dalam mengawal kelestarian lingkungan dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab yang dengan sengaja mencuri perut bumi Kota Kupang.

Pantauan penulis dalam pemberitaan-pemberitaan media massa baik visual maupun audio visual, aktivitas SatpolPP Kota Kupang jauh dari pemberitaan-pemberitaan kekerasan. Nampak dalam pemberitaan, sosialisasi dan akselerasi penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat (Trantibum). Bahkan, eksis dalam kegiatan trantibum Satpol PP Kota Kupang membangun jaringan kerja sama (networking)  dengan Komunitas-Komunitas Geng Motor Kota Kupang yang sering mengganggu dengan ugal-ugalan dan keributan kebisingan kendaraan bermotor, berelasi dengan berbagai kalangan (aktivis LSM, Akademisi, insan Pers, Mahasiswa, dan intitusi penegakan hukum: Polri), demi kenyamanan masyarakat sesuai dengan amanat aturan daerah yang berlaku.

Sisi lain, guna menjawab akan pentingnya eksistensi SatpolPP dalam pelayanan, Kasat PolPP Kota Kupang memberlakukan Kotak Saran yang terpampang didepan Kantor guna menampung aspirasi dan saran masyarakat penerima layanan Perda dan adiministratif Kota. Dalam tulisan penulis terdahulu pada harian ini (Timex-Selasa, 23/11/2010), guna menampung pengaduan masyarakat akan gangguan penyelenggaraan trantibum, Kasat PolPP membuka layanan kring dinomor HP 081236892112 dan siap dihubungi kapan saja.

Realitas diatas hanyalah segelintir atau sebagian pendekatan persuasif yang dapat penulis rekam dalam melakukan pemantauan-pemantauan isu reformasi sektor keamanan dan terintegrasi Satpol secara inclave. Demikian juga, sebagai referensi dalam diskusi wacana pembubaran SatpolPP lantaran tindakan represif dan kekerasan yang sering dipertontonkan aparat SatpolPP secara holistik dan spasial, tumpang tindih tugas dan wewenang antara Polri, DISHUB, dan sebagainya. Hemat penulis, tulisan ini sebagai wujud tanggung jawab rakyat untuk mengawal sementara institusi ini, hingga adanya pembubaran SatpolPP melalui UU. Karena biar bagaimanapun, sebelum institusi ini dibubarkan masih memainkan peran penting dalam penegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah yang bersentuhan langsung juga dengan pelayanan publik.

POLPP KOTA KUPANG vs DPD PARTAI DEMOKRAT NTT
Citra SatpolPP yang selama ini dinilai banyak kalangan cukup mengedepankan persuasive approach ini sedikit tercoreng dengan aksi pengrusakan baliho partai demokrat Prov. NTT. Surat Kabar Harian Timor Express (11/2/2011), memberitakan “Robek Baliho Demokrat, Pol PP di Polisikan”.  Sejumlah oknum anggota SatpolPP Kota Kupang diadukan ke pihak Kepolisian oleh DPD Partai Demokrat Provinsi NTT oleh Jonathan Kana, Selasa (8/2/2011). Aksi pembongkaran serta pengrusakan baliho Partai Demokrat tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh anggota SatpolPP Kota Kupang di Jalan Ade Irma, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima. Jonathan Kana, kepada petugas Ba Min SPK Polresta mengatakan. Pada Selasa siang tersebut, ia mendapat telepon dari Ketua DPD Partai Demokrat bahwa ada Baliho di depan rumah di Jalan Ade Irma dirusak oleh anggota Satpol PP Kota Kupang. Dan saat di cek, baliho tersebut telah diturunkan dan dirobek. Atas kejadian tersebut, pihaknya melaporkan ke Polisi terkait kasus pengrusakan secara bersama-sama yang dilakukan PolPP Kota Kupang.

Kasat PolPP, Dumuliahi Djami yang dikonfirmasi wartawan terkait laporan yang dibuat pihak DPD Partai Demokrat tersebut, mengatakan, pihaknya telah menyampaikan klarifikasi kepada DPD Partai Demokrat. Dijelaskannya, tindakan penertiban yang dilaksanakan berdasarkan perintah Presiden RI melalui pasukan Pengamanan Presiden (Paspanpres) atas nama Letnan Satu (Lettu) Matfud. Saat itu, ada kunjungan kerja Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudoyono berserta ibu negara dalam peresmian Gong Perdamaian Nusantara di Kota Kupang. Dalam tugas kenegaraan ini, partai Demokrat memanfaatkan momen dengan memasang baliho Partai Demokrat diarea sekitar kunjungan itu. Entah untuk mencuri simpatik atau kepentingan lainnya oleh Partai berlogo Bintang tersebut, maka atas perintah Presiden melalui Panpampres Baliho tersebut diturunkan.

Sementara itu, Sekretaris DPD I Partai Demokrat NTT, Jonathan Kana yang dikonfirmasi secara terpisah, mengatakan DPD I Partai Demokrat NTT akan tetap menempuh proses hukum terkait kasus ini. Karena hal yang dilakukan PolPP sudah menciderai perasaan pengurus Partai Demokrat. “Saya kira kita masyarakat NTT punya adat ketimuran yang kental. Oleh karena itu kalau memang ada informasi penurunan seperti itu, maka kurang lebih kita diberitahu. Namun sikap PolPP ini cukup kalau boleh dinilai sudah diluar adat dan kebiasaan ketimuran kita,” pungkas Jonathan Kana.

Keberanian SatpolPP dalam Integritas
Beda aksi dalam perseteruan antara institusi SatpolPP Kota Kupang yang di Polisikan oleh DPD Partai Demokrat, menjadikan insiden ini sebagai pelajaran yang mungkin cukup untuk dimaknai oleh anggota SatpolPP. Mengapa demikian? Ini lantaran alasan yang digunakan oleh Jonathan Kana adalah adat ketimuran (kearifan lokal). Adat ketimuran yang mengedepankan persuasif, ramah tamah, sopan santun, etika dan moral serta Kasih menjadi senjata ampuh, meskipun terkadang dijadikan sebagai topeng tipu daya oleh petarung-petarung muslihat. Bukan berarti oknum dari DPD Partai Demokrat NTT seperti itu yang dimaksudkan oleh penulis, namun seharusnya dalam pelayanan publik, kearifan lokal sangat urgen dalam aktivitas kegiatan tugas dan fungsi SatpolPP.
Beberapa hal penting yang mungkin perlu dipetik hikmahnya adalah:
1.    Adat ketimuran (kearifan Lokal) seharusnya menjadi panutan dalam penegakan peraturan Satpol PP dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kewenangan sehingga tidak menciderai nilai-nilai luhur pendekatan persuasif.
2.    Meskipun dipolisikan oleh DPD Partai Demokrat, namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya keinginan institusi SatpolPP untuk dapat mengklarifikasi hal ihwal kejadian, walaupun secara kewenangan, SatpolPP memiliki otoritas itu, apalagi didukung oleh perintah Panpampres selaku matanya Presiden. Pengklarifikasian institusi Satpol PP Kota Kupang ini masih mengkonfigurasikan adanya nilai kooperatif dan tidak ego sektoral.
3.    Citra lain, institusi manapun tidak ada yang kebal hukum melalui tindakan aparatnya, sehingga seharusnya dalam konteks protab perlu memperhatikan nilai-nilai hukum yang berlaku dalam negara ini. Sehingga dalam tugas tidak mengedepankan kecerobohan dan kesewenang-wenangan.

Kiranya insiden dan kesalahpahaman ini dapat dipetik sebagai pelajaran berharga dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, sehingga tidak selalu menjadi momok kebisuan dalam penegakan aturan menuju ketentraman dan ketertiban umum.

TRANSLATE: