Harapan
atau Politik Balas Jasa?
(Mutasi
Pejabat di Pemkot Kupang)
Oleh. Ian Haba Ora
Pemkot ‘Geser’
Puluhan Pejabat, begitu judul pemberitaan Surat Kabar Harian (SKH) Timor
Express, Sabtu (14/8/2010). Gerbong mutasi bergerak, rolling dan promosi, Jumat
(13/8/2010), bertempat di Aula Sasando lantai tiga balaikota. Walikota Kupang,
Daniel Adoe melantik dan mengangkat sumpah sedikitnya 26 orang pejabat eselon
II, III dan IV lingkup Pemkot Kupang. Dalam mutasi tersebut, sejumlah pejabat
dirolling menempati jabatan dengan pangkat dan golongan yang sama, sedangkan
ada yang justeru dipromosi. Saat itu, Walikota menegaskan pelantikan itu
sebagai upaya menjawab tuntutan kebutuhan organisasi sekaligus memberikan
penyegaran dan semangat serta gairah kerja kepada para pejabat untuk mencapai
hasil yang optimal.
Gerbong
Mutasi, Menjawab Tuntutan Kebutuhan Organisasi
Adanya pemekaran beberapa Kelurahan dan
Kecamatan di Kota Kupang seperti Kecamatan Kota Lama, Kecamatan Kota Raja,
Kelurahan Bakunase II, dan Kelurahan Penkase, secara kausalitas mendorong
akselerasi tuntutan organisasi pengejewantahan dinamika birokrasi dalam
penataan good governance dan
pendekatan pelayanan kemasyarakatan, perlulah melakukan terobosan-terobosan. Untuk
menata dan menjawab kebutuhan organisasi maka ditempatkan penjabat/pejabat
dalam menjalankan roda organisasi haruslah menempatkan orang-orang yang
memiliki kemampuan yang kredibel dan akuntabel sehingga loyal dalam tugas dan
berdedikasi apalagi alasan pemekaran ini adalah untuk mendekatkan wilayah
pemerintahan pada masyarakat.
Penempatan penjabat/pejabat dalam menjalankan
roda organisasi haruslah tidak asal-asalan tetapi lebih ditekankan pada spirit atau semangat kerja untuk
melayani masyarakat, sehingga animo publik adanya politik balas jasa makin laun
tak terbuktikan dengan prestise yang ditunjukkan. Sisilain sebagai Kepala
Daerah haruslah mengetahui track record penjabat/pejabat
yang akan menempati jabatan-jabatan struktural sehingga nantinya tidaklah
jabatan itu hanya menjadi suatu fiksi kekuasaan belaka. Gerbong mutasi dapat
dicermati sebagai harapan baru dalam mendinamikai pelayanan pada masyarakat
agar lebih baik, dan berbeda dengan pandangan asal ada jabatan yang lowong
harus diisi walaupun tidak kredibel dan kompeten.
Mengapa demikian? Lantaran telah beberapa kali
dilakukan roling dan mutasi namun masih ada saja pejabat yang masih memandang
roling dan mutasi sebagai kerjaan dan jabatan yang memang harus dimiliki karena
berdasarkan golongan dan kepangkatan memenuhi syarat tanpa disadari bahwa itu
merupakan berkat dan tanggung jawab sebagai abdi nengara, sehingga yang terjadi
adalah roling dan mutasi yang ada bukanlah pemberian sebuah tanggung jawab dan
prestise melainkan sebagai wujud menjawab tuntutan kebutuhan organisasi
meskipun tidak kredibel dan kompeten.
Gerbong
Mutasi, Penyegaran dan Gairah Kerja Bagi Pejabat
Dalam penataan sebuah organisasi tidak dapat
disangkali bahwa perlu adanya penyegaran. Penyegaran yang dimaksudkan adalah
untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dalam tatapemerintahan. Namun
kondisi ini janganlah menjadi alasan utama jika gerbong mutasi dan roling
sebagai penyegaran dan gairah kerja bagi pejabat yang malas dan tidak memberikan kualitas kerja
yang baik sebagai pranata birokrasi, dan harus diganti sehingga tidaklah
menjadi momok yang baru pada wilayah kerja dan tugas yang baru, apalagi jika si
pejabat/penjabat pernah berbuat hal-hal yang mencemarkan nama baik pemerintah
atau pernah dicekalkan masyarakat karena kepemimpinannya. Sehingga penyegaran
dan gairah kerja bagi pejabat bukanlah alasan untuk tetap mempertahankan
kepemimpinan atau membagi-bagi jabatan tetapi lebih menelisik karena
kemampuannya.
Gerbong
Mutasi, Mencapai Hasil yang Optimal
Inti dalam sebuah gerbong mutasi pejabat dalam
sebuah pranata birokrasi adalah untuk mencapai hasil yang optimal maka pemimpin
merupakan sosok penting dibalik kesuksesan lembaga, baik lembaga publik maupun
privat. Indikator kesuksesan dapat diukur melalui performance semua stakeholder
lembaga dalam rangka mewujudkan tujuan dan harapan yang sudah ditentukan.
Pemimpin dan aparat berada didua keping mata uang yang sama. Dalam kerangka
lembaga publik, kinerja aparat tidak dapat dipisahkan dengan peran serta
birokrasi.
Dengan demikian
apapun yang dilakukan dalam mencapai sesuatu pranata birokrasi yang baik adalah
dengan menempatkan orang-orang/leadership
yang berkompeten dalam menata birokrasi dan pranata organisasi untuk
mencapai hasil yang optimal. Jangan untuk membalas jasa politik bagi pejabat
maupun kedekatan emosional anatara pemberi jabatan dan penerima jabatan yang
pada akhirnya tidak memberikan hasil kinerja yang berprestise tetapi hasil kinerja yang buruk dan menciderai good governance.
Gerbong
Mutasi, Berkat dan Harapan
Menelisik pada mutasi
atau roling yang terjadi beberapa waktu di Pemerintah Kota Kupang ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan. Maa’rif (2009) menjelaskan ada beberapa hal yang
perlu dicermati, yakni:
Pertama,
leadership yaitu orang yang mempunyai
integritas/kepribadian. Ditinjau dari sudut leadership
mencakup 11 asas antara lain, ketaqwaan yang berarti bagaimana seseorang akan
berbicara baik apabila memiliki pemahaman agama yang baik, seorang pemimpin
harus mempunyai agama yang baik. Asas lain menganut paham “Ing Ngarso Sing Tulodo (seorang pemimpin berada didepan atau ditengah
harus bisa memberi contoh)”. Ing
Madya Manguni Karso Tut Wuri Handayani yang mempunyai pengertian bahwa
pemimpin juga bisa mengawasi dari belakang. Mendahulukan kepentingan yang lebih
besar, prasojo atau bersahaja, loyal
atau setia kepada bawahan. Dengan begitu pemimpin yang loyal pada bawahan.
Kesetiaan juga harus dapat ditunjukkan dari bawahan kepada atasan. Keduanya
harus bisa sejalan seiring memberikan loyalitas. Syarat lain dalam leadership yaitu hemat dan teliti yang
berarti tidak sembrono. Seorang pemimpin harus mempunyai penilaian yang baik,
jangan sampai salah dalam memberikan penilaian. Pemimpin juga harus terbuka dan
transparan, dan juga harus legowo menerima dengan lapang dada apa yang terjadi.
Kedua, Pemimpin
juga harus memiliki kemampuan terutama aspek manajerial. Bagaimana seorang
pemimpin dapat memanage organisasi
dengan baik apabila tidak memiliki kemampuan itu. Pada masa kerajaan dahulu,
seorang raja juga membutuhkan kemampuan ini yang ditopang dengan kharisma. Tetapi
pada masa modern ini kemampuan manajerial betul-betul diperlukan seperti how to plan, organize, to act, dan to
control. Setiap langkah harus ada perencanaan, setiap perencanaan perlu ada
pengorganisasian misalnya dalam pengorganisasian anggaran, pengorganisasian
waktu dan individu, kemudian menghasilkan suatu tindakan. Pada masa reformasi
birokrasi tidaklah cukup hanya tindakan tetapi juga harus ada kontrol dalam hal
pengawasan. Seorang pegawai yang bekerja harus ada kontrol dari atasan sehingga
tidak bekerja semaunya dan terima gaji buta.
Ketiga, pemimpin
harus punya “nilai juang”. Nilai juang terdiri dari empat unsur yaitu rela
berkorban seperti memberikan waktu untuk pendekatan pada masyaraat karena
pimpinan harus menyadari akan loyalitasnya kepada bawahan dan pelayanannya pada
rakyat. Tidak kenal menyerah menjadi bagian unsur nilai juang sebagai contoh
apabila sudah berjanji haruslah ditepati sebagaimana menempati janji. Tidak ada
kata tidak meski terdapat kendala dalam kondisi lain atau hal yang lain karena
sudah mengikat perjanjian dengan orang lain. Unsur lain yaitu percaya kepada
diri sendiri atau self confidence,
tenang dalam menghadapi apapun. Perlu disampaikan pemimpin jangan terlalu over confidence karena itu juga tidak
baik.
Unsur terakhir yaitu
yakin terhadap perjuangan kebenaran organisasi. Pemimpin harus tahu berjuang
untuk apa, siapa, dan bagaimana pelayanan terhadap masyarakat sudah berjalan
dengan baik? Mampuhkah pemimpin mengayomi masyarakat hingga sejauhmana tingkat
kesejateraan, barapa gaji yang diperolehnya.
Keempat, Pemimpin
juga harus professional. Ini merupakan tuntutan perkembangan jaman. Misalnya
saja dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dituntut professionalisme
misalnya harus mengetahui kemampuan manajerial, dan kemampuan mengayomi dan
lain sebagainya. Begitu juga apabila masuk dalam suatu tugas yang baru harus
menyadari jabatan apa yang dimasuki dan tujuannya, jangan sampai hanya asal
masuk saja.
Menggulirkan
Reformasi Birokrasi
Sekarang ini telah
terjadi miss management. Seseorang
mendapatkan jabatan karena sesuatu atau kedekatan bukan karena profesionalisme.
Apabila yang bersangkutan professional maka tidak menjadi masalah namun
sebaliknya apabila tidak professional maka kinerjanya tidak baik sehingga
menimbulkan korupsi.
Reformasi birokrasi
tidak hanya dari satu titik saja, tapi harus berjalan secara komprehensif. Reformasi
birokrasi harus punya tata laksana yang efektif, efisien, produktifitas yang
baik agar mekanisme berjalan. Untuk memastikan program berjalan harus ada
penempatan The right man/woman in the
right place. Disana terdapat sistem termasuk didalamnya sistem karier. Apabila
terjadi kelebihan orang/personil maka yang bersangkutan serta merta dibuang
karena masih memiliki jasa lain yang bisa dimanfaatkan lembaga. Sebagai contoh
dalam sebuah institusi terdapat 30 ribu orang yang dinilai kurang professional
padahal pada saat bersamaan institusi tersebut membutuhkan 40 ribu orang.
Institusi tersebut bisa melakukan training dan pelatihan agar orang yang bersangkutan
dapat meningkatkan kemampuannya.
Reformasi
Birokrasi Terkait Erat dengan Good
Governance
Dari berbagai
pemahaman mengenai good governance,
secara umum good governance memiliki
beberapa karakteristik yaitu pelayanan publik yang prima, efektif, dan efisien.
Akuntabilitas institusi publik, transparansi dalam berbagai pengambilan
keputusan publik, jaminan keadilan, penegakan hukum, dan sistem yudisial yang
bebas, partisipasi masyarakat dalam berbagai kesempatan yang terbuka,
responsif, dan kesetaraan. Penghormatan atas hukum dan hak asasi manusia
disemua tingkat pemerintahan, dan penegakannya, sistem pengawasan (auditor)
publik yang independen, pertanggungjawaban terhadap lembaga perwakilan yang
dipilih oleh rakyat, struktur kelembagaan yang pluralistik, dan pers yang
bebas.
Keberhasilan
pelaksanaan reformasi birokrasi terletak pada beberapa faktor kunci antara lain
Kemauan dan komitmen politik. Kemauan politik (political will) dan komitmen politik (political commitment) yang kuat mulai dari pimpinan tertinggi
sampai pada pimpinan yang terbawa, kesamaan persepsi dan tujuan, konsistensi
dan kesinambungan ketersediaan anggaran, dukungan masyarakat, dan dimulai dari
diri sendiri.
Sebenarnya, faktor
kepemimpinan itu penting bukan hanya untuk lembaga negara tetapi pada semua
pekerjaan yang membutuhkan koordinasi, haruslah ada pemimpin. Pemimpin adalah
seseorang yang mewujudkan kenyataan yang ingin dicapai suatu organisasi.
Kriteria pemimpin
yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki kredibilitas, intinya terdiri
dari lima unsur, Convictio, Character,
Courage, Composure, dan Competence adalah keahlian, ketrampilan dan
profesionalitas. Lima unsur diatas untuk menjawab berbagai tantangan pada masa
mendatang. Perlu diketahui keberhasilan pemimpin tidak lepas dari kemampuan
para pengikutnya, followers. Guna
mendukung tugas pemimpin maka perlu pengembangan SDM dan reformasi birokrasi
internal lembaga. Jika ini tak mampu ditunjukkan maka sebagai Kepala Daerah
harus berani memberikan impeachment dan reward. (Tulisan
ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Timor Express, tanggal 26 Agustus
2010).
-------------------------------
Penulis: Staf SATPOL PP Kota Kupang